Loading...

085749607473 Jual Peci Kopiah Songkok Shalat Dalam Kajian Metafisika




Manusia terdiri dari unsur jasmani dan ruhani (badan halus) atau . Jasmani membungkus ruh. Dalam ruh insan ada unsur ketuhanan. Meski insan meninggal, ruh ketuhanan tetap ada. Ruh insan yang meninggal disebut ruhani. Istilah lain Astral Ligam atau Astral Matter.
Dalam konteks ini, insan yang hidup bisa menghubungi bion-bion tersebut. Karena insan yang hidup juga memiliki bion-bion, ion-ion. Namun tidak semua insan yang hidup bisa menjangkau bion-bion di Astral Ligam. Tergantung kekuatan batin seseorang. Butuh konsentrasi besar lengan berkuasa dan energi yang besar. Ibaratnya sebuah frekwensi. Jika frekwensi insan lemah atau rusak, tentu sulit menembus bion-bion ruhani yang telah meninggal.
Dalam alam kehidupan ini, pandangan indra kita masih terbatas. Beberapa lapisan yang menutupi hakikat dari kenyataan sebenarnya. Katakanlah masih ada hijab-hijab/penghalang untuk menyaksikan kenyataan hakiki. Agar insan bisa menembus penghalang tersebut maka perlu mengolah spiritualnya. Mengolah kekuakatan spiritual melalui shalat ialah syarat mutlak semoga bisa menyingkap kenyataan . Selain shalat melalui zikir dan doa.
Bagaimana relasi antara shalat dengan alam ketuhanan? Seorang yang shalat, berkonsentrasi menyebut-nyebu nama Allah, berdoa dan dan berzikir maka dalam diri seseorang akan terpancar gelombang-gelombang ruhani menuju alam ketuhanan (Allah). Dalam istilah tulisan ini yaitu Unio mytica (bersatu dengan tuhan). Adanya gelombang penyatuan ini, maka seseorang akan bisa melihat hakikat kenyataan dan selalu mendapat petunjuk tuhan (hidayah).
Manusia yang selalu melaksanakan kegiatan spiritual, maka gelombang-gelombang ruhaninya akan menjadi sinar ruhani (emanasi). Dalam dirinya akan selalu terpancar gelombang sampai selalu berafiliasi dengan tuhan. Orang yang selalu memancarkan dalam dirinya gelombang ketuhanan, melalui kegiatan spiritual misalnya shalat, zikir dan doa akan mendapat hidayah, bimbingan dari Allah, atau sinar ilahi. Kaprikornus jangan heran bila seseorang yang memiliki tingkat spiritual tinggi, bisa menjangkau suatu peristiwa yang akan terjadi.
Orang yang shalat khusyu, berarti bion-bion ruhaninya bekerja. Posisi diri dengan alam ketuhanan adalah, dirinya menjadi sebagai alat peserta (ontivanger), sementara alam tuhan memancarkan gelombang aether sebagai alat penyiar (zender), yang mewujudkan sabda-sabda menuju ke arah otak. Inilah yang disebut inspirasi atau intiusi.
Berdasarkan tinjauan ilmu metafisika, ruhani yang tersusun dari bion-bion, ion-ion dan elekton-elektron ialah anasir-anasir daya listrik. Apalagi anasir-anasir bergerak (dengan olah batin) maka di sekitarnya mewujudkan lapang tenaga daya magnet) penarik atau magnetiche krachtveld yang segera menumbuhkan rasa ketuhanan.
Tinggi rendahnya getaran bion-bion ruhani itu tergantung kekhususan shalat seseorang. Jika shalat tidak khusyu, maka tidak akan bisa mendapatkan bunyi dari alam tuhan (gestord atau feeding). Singkatnya antenanya rendah, gelombangnya lemah. Penyebab ketidakhustuan ini, karena getaran bion-bion ruhaninya masih terikat alam kebendaan (stofflelijk gebeid), atau pusat perhatiannya hanya duniawi saja.
Sementara shalat yang benar, bermula dari wudhu yang baik, niat yang suci, tertib, tumakninah, merendah diri dan penuh tawadhu di hadapan Rabbi. Shalat yang khusyu, seakan-akan tubuh jasmani tidur, sementara alam ruhani tetap sadar. Atau dengan kata lain: tidur di dalam sadar. Semua ucapan dan bacaan dalam shalat perlu dilakukan menurut cara dan aturannya. Kenapa? Karena getaran ruhani yang keluar akan menuju kumpulan bion-bion menuju alam ketuhan. Dengan demikian, maka akan terhubunglah alam ruhania dalam diri insan dengan alam Tuhan.


Shalat Teori Tanpa Alam Tuhan

Dalam "Encyclopaedie der Philosophischen Wissenchaffen", Hegel berkata: "Pikiran yang pasti benarnya ialah pikiran yang dipanjatkan ke arah budi, dan terus pribadi menuju Tuhan." Manusia mempunyai kesanggupan mencipta dan menjelmakan rasa pengukuhan adanya Maha Pencipta dan lenyaplah rasa ingkar terhadap perintah-perintahNya. Nabi Muhammad saw besabda:
"Perebedaan antara kita dan mereka (yang ingkar itu) ialah meninggalkan shalatnya." (H.R. Ahmad dan Muslim)
Selanjutnya perlu diuraikan juga dengan singkat mengenai shalat yang dilakukan tanpa kekhusyuan. Shalat yang dilakukan tanpa kekhusyuan ialah asal bershalat saja, dengan mengabaikan hikmah-hikmah yang terkandung dan tersembunyi di dalamnya. Shalat yang demikian ini merupakan shalat teori dan pasti tidak akan menernui alam Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu tidak sedikit orang melaksanakan shalat akan tetapi perbuatan-perbuatan dan tindakannya sama saja dengan mereka yang tidak melaksanakan shalat, bahkan mereka lebih merugikan bagi sesarna hidup. Sebab mereka memiliki antene yang rendah sekali, tentu saja tak dapat mendapatkan bunyi dari alam Tuhan ( gestord atau feeding) . Sebagaimana juga tidak mungkin alat radio mendapatkan siaran-siaran dari penyiarnya dengan bunyi yang sama, tetapi ada juga yang dapat mendapatkan bunyi yang samar-samar yang rendah, terang, bersih feeding dan ada pula yang tinggi.
Demikian juga dalarn melaksanakan shalatnya tergantung tinggi rendahnya angka getaran dari bion-bion ruhaninya, bila rendah tentu tidak mungkin shalatnya itu memperoleh ke khusyuan. Yang demikian itu disebabkan getaran bion-bion ruhaninya masih terikat kepada alam kebendaan (stoffcllijk gebeid), ruhaninya masih terbelenggu dengan tubuh jasmaninya, sehingga ingatannya tidak dapat pribadi berafiliasi dengan alam Tuhan, masih meraba-raba mencari Tuhan akan menjadikan keragu-raguan yang menyebabkan pula timbuInya bermacam-macam anutan di dalam agarna, sehingga sukar sekali memiliki kesadaran yang sempurna
Firman Yang Mahakuasa Subhanahu wa Ta'ala
"Celakalah mereka yang melaksanakan shalatnya dengan kelalaian (tanpa kekhusyuan)." (QS. 107:4)
Dalam uraian ini sudah dapat dibayangkan, betapa jauh perbedaan antara shalat teori dengan shalat praktek, shalat khusyu dan yang tidak khusyu. Dalarn kitab "De Bhagawad Gita" oleb Ir. J.A. Blok hal.9 disebutkan "Het is de weg van opgeven en daardoor overstijgen van eigen benepen gaal en doardoor zich wezenlijker terugvindenin den onbegrensden iniverseelen aether. " (Satu jalan untuk mengabaikan diri sendiri yang sempit itu dan meninggalkan dirinya menuju kerajaan yang dahsyat, berisikan hakikat dan keabadian, rnelalaikan jasmani menjumpai diri yang sejati dalam alam semesta yang tak terbatas dan tak bertepi).
Maknanya seakan-akan menguatkan bahwa dengan shalat yang khusvu akan menemukan alam hakikat, bakal menjadikan keyakinan bahwa semuanya ini dalam keadaan nisbi atau relatif. Jika semuanya dalam relatif, tentu wajib adanya het adikara , Yang Maha Mutlak, yaitu Yang Mahakuasa swt, atau dengan perkataan lain adanva kenyataan-kenyataan yang lahir bergantung kepada Yang Maha Mutlak, sesuatu yang bersifat relatif hanya merupakan adegan ( fragment ) dari Yang Maha Mutlak. Menurut teori wacana kenisbian ( relativitet ) yang dikemukakan Einstein, dinyatakan bahwa semua kenyataan yang dapat disaksikan ialah relatif sernata-mata, masIh bergantung kepada adanya yang lain, Yang Maha Mutlak, tidak akan berhasil apabila hanya mengenal fragmentnya saja. Berhubungan dengan itu intelektual sejati pasti tidak akan puas dengan kenyataan-kenyataan yang lahir saja. Di samping yang lahir rnempergunakan juga alat berpikirnya ke arah di luar rasio ( hot abstarhorend verstand ).
Tak ubahnya shalat yang tanpa kekhusyuan dapat diibaratkan shalat yang nisbi, bukan yang hakiki, yang tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatannya terhadap rnasyarakat, negara dan bangsa tentu hanya dapat dipertanggung-jawabkan kepada yang insbi pula bukan kepada Yang Maha Mutlak, Yang Mahakuasa swt. Pertanggung-jawaban yang demikian bukan yang hakiki, Meski perbuatan-perbuatan dan tindak-tanduknya diakui oleh masyarakat tidak berarti sudah dianggap benar dihadapan Yang Maha Mutlak, Yang Mahakuasa swt. Tetapi dengan membiasakan shalat khusyu yang dihadapkan secara pribadi dan di bawah pengoreksian Yang Maha Mutlak, pasti menebarkan amalan yang luhur dan mulia yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada Yang Maha Mutlak dan pasti benar dan baik adanya. Mewujudkan kebahagiaan kepada Urnmat insan dan negaranya.
Begitu pula shalat yang benar. Bermula dari percikan wudlu, rnenyucikan niat hati, bentangan sajadah, satu persatu menguraikan makna, berkhidmat dialog munajat menguak tirai antara ma'bud dengan al-Khaliq , akibatnya rneraih keselamatan dan rahmat. Shalat tersebut dilakukan dengan tatanan yang tertib, tumaninah, meredah diri penuh tawadu di hadapan kebesaran Rabbi, kemudian biasnya tercermin dalam referensi pikir, perangai dan perilaku sehari-hiari.
Dalam buku Asrar as Shalah oleh Imam Al-Ghazali disebutkan bahwa untuk mencapai tingkatan shalat yang benar dan khusyu antara lain dengan hudhurul qalb , kehadiran hati menemui Tuhannya, Tafahhum, pemahaman yang dalam, satu-satu makna kalam- kalamNya, Ta'zhim, penghormatan dan penghambaan yang dalam, Haibah , takut yang disertai pengagungan serta Roja' , sebagai tak puas-puas bergantung harap dan Haya' , rasa malu yang tak terhingga. Tatkala kita rukuk misalnya, ialah menunjukan tunduk merendah dan tawaddu' kepadaNya, karena hanya Dia yang teragung di antara semua yang agung. Begitupula di kala sujud, seolah sebagai realita ketundukkan dan kepasrahan, melebihi segalanya, hanya kepada Yang Mahakuasa swt seraya berucap:
"Suhhaana rabbiyal 'ala " "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi, "
Sebenarnva makna-makna yang diserap bertautan dengan daya pemahaman dan tingkatannya sesuai pula dengan kadar ilmu dan kejernihan hatinya.


lainnya 2684605672299429097

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts