Loading...

085749607473 Jual Peci Kopiah Songkok Aether dan Teori Sains Modern



Aether dan Teori Sains Modern

" Beberapa orang tidak pernah mengakui bahwa mereka keliru dan meneruskan mencari argumen-argumen baru, dan sering saling tidak konsisten, untuk mendukung pendapatnya yang salah. " ( Stephen Hawking, 1988 ).
Rangkaian percobaan yang dilakukan oleh Michelson semenjak tahun 1887, dan beberapa mahir lainnya, tidak berhasil membuktikan adanya Aether. Beberapa mahir sebelumnya mendefinisikan Aether sebagai medium yang merambatkan radiasi / cahaya. Dan Michelson mencoba membuktikan adanya medium tersebut dengan " melempar balok " yang berupa cahaya. Rasanya menyerupai percobaan yang tidak masuk akal.-- Maksudnya, bahwa percobaan tersebut bertujuan untuk membuktikan adanya ' angin Aether ' akhir dari rotasi bumi, dan dugaannya / hipotesa bahwa angin aether tersebut bisa memperlambat kecepatan ' balok ' yang dilemparkan, ialah dugaan / hipotesa yang bertentangan dengan pendapat bahwa aether ialah suatu media yang merambatkan cahaya.
Mungkin bisa dianalogikan seseorang yang belum tahu cermin, lalu melihat bayangan di cermin tersebut. Orang tersebut mencoba meraba dan menangkap bayangan di cermin, tapi setelah berkali-kali mencoba dan tidak berhasil menangkap bayangan, masih saja tidak menyadari bahwa ada suatu media berjulukan cermin yang bisa menampilkan bermacam-macam bayangan.
Selama ini sebagian besar ilmuwan melihat hasil percobaan Michelson-Morley sebagai bukti ilmiah yang menyangkal adanya aether. Namun kita bisa melihat dari sisi lain, bahwa hasil percobaan itu makin memperkuat dugaan ilmuwan sebelumnya, bahwa aether ialah suatu media yang tidak bisa dideteksi keberadaannya oleh indera manusia. Dengan kata lain, hasil percobaan Michelson-Morley telah membuktikan kebenaran dugaan para ilmuwan terdahulu. Singkatnya, Michelson-Morley harus kita ingat atas segala jerih payah dan jasa-jasanya membuktikan adanya luminiferous aether, yang tidak bisa terdeteksi oleh peralatan buatannya, dan itu bukan karena peralatan deteksinya tidak akurat, melainkan kesalahan prinsip menganggap gerakan rotasi bumi bisa menjadikan ' angin aether '.
Aether, atau unsur ke-lima, berbeda dengan apa yang dikatakan sebagai empat unsur asal lainnya : Tanah, Air, Udara, dan Api. Aether tidak terpengaruh oleh gerak atau perubahan empat unsur itu, tapi justru sebaliknya : Aether menghipnotis gerak dan perubahan unsur asal yang empat itu, dan pengaruhnya yang utama ialah untuk KESEIMBANGAN.
Kita bisa memahami, bahwa eksperimen-eksperimen yang dilakukan oleh Michelson dan beberapa ilmuwan lainnya, merupakan produk dari Euforia Rasionalisme Murni, bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau aliran agama. Kita kenal tokoh-tokoh pembangun rasionalisme murni / ilmiah modern mulai dari Leonardo da Vinci (1452-1519), Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630) dan Galileo Galilei (1564-1643), Francis Bacon (1561-1623), dan kemudian Rene Descartes ( 1596-1650 ) yang dipandang sebagai Bapak Filsafat Modern. Terjadinya euforia rasionalisme murni melahirkan euforia eksperimen , sehingga para ilmuwan menjadi berlebih-lebihan dalam menilai suatu kebenaran. Eksperimen Michelson-Morley ialah salah satu contoh, contoh lain yang terkenal ialah hasil eksperimen Louis Pasteur dengan tabung leher belibis pada tahun 1861 - yang diakui sendiri oleh Louis Pasteur sebagai eksperimen sederhana - namun diakui oleh perguruan sains sebagai suatu eksperimen yang berhasil " menggugurkan Teori Generatio Spontanea Aristoteles ". Jelas hal tersebut ialah suatu kesalahpahaman yang fatal.
Bukti-bukti lainnya perihal adanya Luminiferous Aether, atau sering disebut Aether saja, banyak sekali tak terhitung jumlahnya. Tapi bukti-bukti tersebut merupakan bukti tidak langsung, sama menyerupai kita percaya perihal adanya atom, padahal tidak ada seorangpun insan yang pernah melihat sebuah atom. Pengenalan dan pengetahuan kita perihal atom, inti atom, proton dan elektron, dan partikel elementer lainnya ialah melalui bukti-bukti tidak langsung, bukan karena kita melihat sendiri sebutir atom dan partikel di dalamnya. Bagaimana mungkin melihat sebutir atom, proton, netron, elektron dan partikel elementer lainnya, bila apa yang disebut dengan nama atom, proton, netron, elekron dan partikel elementer lainnya tersebut gotong royong bukan partikel, tapi ialah suatu gelombang ? ( Istilah Jawa / Indonesia : suatu getaran ). Namun dengan mengenal sifat-sifat ' partikel ' tersebut kita dapat menggambarkannya dalam suatu gambar model, termasuk gambar lintasan / orbit elektron. Sekali lagi, apa yang kita pahami dari gambar model atom tersebut ialah suatu fakta hasil dari bukti tidak pribadi berupa pengenalan kita terhadap sifat-sifat ' partikel '. Hal yang sama dapat diterapkan untuk membuat gambar model dari aether, bila kita dapat mengidentifikasi sifat-sifat atau karakteristiknya. Hal tersebut mungkin dapat merubah pandangan kita terhadap model standar fisika dengan empat forsanya : gravitas, elekromagnetik, nuklir berpengaruh dan nuklir lemah, yang mengabaikan adanya aether. Dan oleh karenanya telah menempatkan ' penyebab gravitasi ' sebagai salah satu misteri terbesar yang belum terpecahkan.

Bukti-bukti keberadaan aether, antara lain : adanya gaya gravitasi yang bisa kita amati secara pribadi berupa terjadinya pasang-surut laut disebabkan adanya suatu gaya tarik berupa ' agresi dari kejauhan ' dari bulan.
Gaya tarik berupa agresi dari kejauhan tersebut memberi konfirmasi adanya sesuatu yang memiliki kecepatan lebih cepat dari kecepatan cahaya, sehingga merupakan sandungan bagi hipotesa Einstein dalam teori relativitas khususnya bahwa tidak ada sesuatu yang melebihi kecepatan cahaya. Kekeliruan teori relativitas khusus terkait dengan hipotesa kecepatan cahaya, gres disadari oleh Einstein setelah ia mengumumkan teori relativitas khususnya pada tahun 1905, sebagaimana dijelaskan oleh Stephen Hawking dalam bukunya A Brief History Of Time :
" Teori khusus relativitas sangat berhasil dalam menjelaskan bahwa kecepatan cahaya tampak sama bagi semua pengamat ( menyerupai ditunjukkan oleh eksperimen Michelson - Morley ) dan dapat memerikan apa yang terjadi bila benda bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Tetapi teori khusus ini tidak konsisten dengan teori gravitas Newton, yang mengatakan bahwa benda-benda saling bertarikan dengan forsa yang tergantung pada jarak antara benda-benda itu. Ini berarti bila orang menggerakkan salah satu benda itu, forsa pada benda yang lain akan berubah dalam sekejab. Atau, dengan kata lain, efek gravitasi haruslah merambat dengan kecepatan tidak terhingga, bukannya dengan kecepatan cahaya atau lebih rendah, menyerupai disyaratkan oleh teori khusus relativitas. Einstein berkali-kali mencoba mencari teori gravitas yang konsisten dengan relativitas khusus itu. Upaya selama 1908 - 1914 itu tidak berhasil. Akhirnya pada tahun 1915 ia mengemukakan apa yang sekarang kita sebut teori umum relativitas. "
Berdasarkan penjelasan Stephen Hawking di atas, maka penemuan adanya partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya - neutrino - yang sempat menjadi informasi besar pada medio Sebtember 2011, bahwa penemuan itu telah membuktikan kekeliruan teori relativitas khusus, sesungguhnya bukan sesuatu hal yang mengejutkan. Einstein sendiri semenjak awalnya, pada tahun 1908, telah menyadari kekeliruannya. Oleh karenanya terlihat abnormal ketika soal neutrino itupun menjadi kontroversi, bahwa temuan adanya partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya itu dikatakan karena ada kesalahan disebabkan koneksi yang buruk antara unit GPS dan komputer. Kelihatan masih ada upaya mempertahankan hipotesa bahwa kecepatan cahaya ( 300.000 km /dt ) ialah kecepatan tertinggi di alam semesta.

Mungkin masih banyak yang belum mengetahui sebab-sebab atau pendorong lahirnya teori relativitas umum, menyerupai yang dijelaskan oleh Stephen Hawking.
Jika dalam relativitas khusus Einstein mengabaikan adanya Aether, tapi dalam relativitas umum Einstein tidak bisa mengabaikannya. Dengan demikian, melihat dari sisi kelahiran teori relativitas khusus dan teori relativitas umum, mau tidak mau kita harus percaya bahwa konsep adanya aether tidak bisa diabaikan begitu saja.
Antara lain, teori relativitas umum memprediksi adanya lengkungan ruang-waktu, dan hipotesa lengkungan ruang-waktu memperyaratkan adanya materi dan juga energi yang mengisi alam semesta, yang kemudian dalam kosmologi modern dikenal dengan hipotesa perihal materi gelap ( Dark Matter ) dan energi gelap ( Dark Energy ). Selain itu, penemuan radiasi latar-belakang ( Cosmic Microwave Background Radiation / CMB ) yang terkait dengan hipotesa Big-Bang, makin memperkuat dugaan adanya materi dan juga energi yang berperan dalam pergerakkan planet-planet dan semua benda angkasa lainnya.
Mungkin kita bisa mengabaikan hipotesa Big-Bang, dan kemudian melihat adanya bermilyar galaksi-galaksi di alam semesta, maka tidak diragukan lagi adanya radiasi kosmik ( Cosmic Radiation ) yang terjadi setiap ketika dan berlangsung terus menerus sepanjang waktu. Radiasi kosmik menyiratkan adanya materi dan energi yang mengisi alam semesta. Dan radiasi kosmik tersebut dapat dipandang sebagai penampakan dari suatu medium yang mengisi alam semesta, yaitu : aether. Oleh karenanya aether dengan penampakkannya berupa radiasi kosmik, patut diduga sebagai penyebab adanya gravitasi.
Fakta, atau bukti ilmiah yang bisa dilihat pribadi oleh insan - baik oleh awam maupun para ilmuwan - ialah adanya fenomena hujan meteoroid yang hampir terjadi setiap tahun, dan fenomena itu diketahui sudah terjadi semenjak zaman sebelum masehi. Disamping itu banyak sekali meteoroid itu yang ditemukan jatuh di bumi, misalnya meteorit Orgueil yang jatuh di Perancis pada tahun 1864, dan masih menjadi salah satu materi penelitian hingga sekarang ini. Meteorit-meteorit yang berupa material condrite karbon tersebut ialah suatu jenis material yang berbeda dengan material bebatuan bumi, walaupun ada beberapa unsur yang sama. Beberapa kesamaan unsur yang terkandung dalam meteorit-meteorit tersebut selalu diasosiasikan oleh para peneliti sebagai unsur-unsur yang ada di bumi waktu kondisi bumi masih " muda ". Hal yang tidak bisa dibantah ialah bahwa meteorit-meteorit tersebut berasal dari luar angkasa, berasal dari planet-planet atau benda angkasa lainnya yang " materi dasarnya " berasal dari luminiferous aether, oleh karenanya struktur materialnya berbeda dengan material yang ada di bumi.
Kembali ke soal terjadinya euforia eksperimen, kita ingin mengetahui bagaimana pendapat Bapak Filsafat Modern - Rene Descartes - terhadap adanya aether yang sudah semenjak lama dikemukakan oleh beberapa filsuf, termasuk dikemukakan oleh Aristoteles. Konsep Aristoteles perihal Aether, disebutnya itu sebagai unsur asal yang ke-lima. Empat unsur asal lainnya ialah : Tanah, Air, Udara, Api. Sebelumnya kita perlu memahami, bahwa apa yang dikemukakan oleh Aristoteles dalam ajarannya ialah suatu Konsep, bukan Teori.
Dan ternyata, pandangan Rene Descartes perihal aether tidak jauh berbeda dengan pandangan Aristoteles.
Ide Descartes perihal aether dipandang oleh sebagian ilmuwan sebagai mewakili ide bahwa alam semesta diatur oleh hukum-hukum serba mekanis - tidak ada campur tangan Tuhan - dan mungkin terkait dengan ungkapannya yang terkenal : Cogito Ergo Sum, yang menekankan penggunakan kebijaksanaan pikiran. Hal tersebut mengesankan bahwa Rene Descartes bukanlah sosok yang yakin adanya Tuhan, hal yang sama juga terjadi terhadap Aristoteles dengan ' teori ' generatio spontaneanya dipandang mengabaikan adanya Tuhan. Padahal kita tahu dari sejarah kefilsufan Descartes, bahwa panggilan kefilsufannya terjadi setelah Rene Descartes mengalami penglihatan mistis dua kali, dan hal tersebut yang mendorong Descartes keluar dari dinas ketentaraan Jerman, kemudian hijrah ke negeri Belanda dan menulis serta memberikan ide-idenya yang revolusioner, mendobrak pemikiran-pemikiran kolot yang terjadi pada zamannya. Singkatnya, Descartes termasuk ilmuwan dan juga filsuf yang memiliki pengetahuan mendalam perihal Ketuhanan. Sama menyerupai para ilmuwan aktivis sains modern yang disebut di atas : Leonardo da Vinci, Nicolaus Copernicus, Johannes Kepler, Galileo dan Francis Bacon, semuanya dikenal sebagai sosok yang percaya adanya Tuhan.
Demikian juga para ilmuwan banyak yang keliru menilai pandangan Aristoteles perihal fisika. Aristoteles menyebut empat unsur asal yaitu Tanah, Air, Udara, dan Api. Keempat unsur asal itu dikatakan sebagai pembentuk materi di bumi, termasuk benda hidup / makhluk hidup. Selain empat unsur asal ada unsur ke-lima, yaitu aether, dan aether tersebut mengisi setiap ruang di alam semesta termasuk berada / meliputi dalam keempat unsur asal Tanah, Air, Udara, dan Api. Menurut Aristoteles, aether merupakan unsur asal pembentuk benda-benda angkasa. Gagasan atau konsep Aristoteles tersebut sering dianggap sebagai mitos, bahkan ada yang menganggap sebagai gagasan kuno yang bodoh. Benarkah gagasan itu hanya mitos atau gagasan kurang pandai ? Jawabannya : Tidak. Itu bukan mitos dan bukan suatu gagasan bodoh, melainkan ialah suatu pandangan filosofis yang jernih terkait dengan materi dan lingkungan alam semesta.
Konsep Aristoteles bukan sekedar mitos, dan sebagai buktinya, kita cermati salah satu yang dikatakan oleh Aristoteles sebagai unsur asal, yaitu air. Sains modern / ilmu kimia mengajarkan teori bahwa molekul air terdiri dari dua atom hidrogen ( H ) yang diikat oleh satu atom Oksigen ( O ), sehingga rumus kimia air ialah H2O. Sederhana sekali. Tapi benarkah air ialah H2O ? Tidak benar. Jika secara teori molekul air hanya terdiri dari dua atom H dan satu atom O, maka teori itu seharusnya dapat dipraktekkan untuk membuat pabrik air murni dengan menyediakan sebanyak-banyaknya unsur Hidrogen dan unsur Oksigen. Namun ilmuwan tidak mungkin melaksanakan hal itu. Hidrogen ialah suatu gas yang mudah terbakar, dan Oksigen ialah gas pembakar. Jika kita berusaha mencampurkan kedua unsur itu ialah sangat berbahaya sekali karena bisa menjadikan ledakan dan kebakaran hebat.
Dan sebetulnya ilmuwan bisa membuat bom dari air, dimana dengan jumlah perbandingan massa yang sama dengan materi peledak TNT, bom dari materi air tersebut kekuatan ledakannya melebihi kekuatan materi peledak TNT. Dan jikalau teknologi pengendaliannya ditemukan, mungkin saja air bisa menjadi salah satu alternatif pengganti energi dari fosil. Soal ini tidak dibahas lebih lanjut, karena tidak termasuk tujuan dari goresan pena ini.
Air, yang merupakan sebagian besar dari permukaan bumi, ialah sangat penting bagi semua bentuk kehidupan. Secara teori air dikenal dengan rumus kimia H2O, namun belum diketahui komposisi yang sebenarnya.-- H atau hidrogen dikenal sebagai unsur gas yang mudah terbakar, dan oksigen atau O ialah gas pembakar, secara teori komposisi kedua unsur tersebut akan menghasilkan energi panas. Namun faktanya, air memiliki sifat cuek dan berlawanan dengan sifat api yang panas. Keberadaan sifat cuek dari penggabungan dua unsur yang bersifat panas H dan O, menyiratkan masih adanya unsur atau zat lain yang berperan dalam ikatan kovalen ke dua unsur itu.
Dan faktanya, ilmuwan tidak bisa membuat air hanya menggunakan dua unsur : Hidrogen dan Oksigen saja. Mungkin di masa yang akan datang ilmuwan bisa membuat air, tentunya melalui suatu proses yang rumit, dan materi dasarnya bukan sekedar unsur hidrogen dan oksigen saja. -- Dan berkaitan dengan hal tersebut, tentunya kita harus lebih berhati-hati dan tidak sembarangan mengatakan bahwa gagasan air sebagai unsur asal ialah kebodohan atau hanya sekedar mitos
Water Is Not H2O
" It is a straightforward fact, corrections to it are endlessly ignored, but it is simply false to say that water is H2O unless we are speaking very, very loosely. I've mentioned this before, pointing to Michael Weisberg's paper, Water is Not H2O (PDF) and summarizing van Brakel's "Chemistry as the Science of the Transformation of Substances," but I notice that Holly VandeWall puts it very nicely in her paper, "Why Water Is Not H2O, and Other Critiques of Essentialist Ontology from the Philosophy of Chemistry," in Philosophy of Science vol. 74, no. 5 (December 2007)

Dari pembahasan di atas diketahui, air bukanlah sekedar H2O. Oleh karenanya tidak ada alasan bagi para ilmuwan di zaman modern sekarang ini untuk menolak pandangan filosofis yang menyebut air sebagai salah satu unsur asal, disamping tiga unsur asal lainnya : Tanah, Udara, dan Api, serta unsur asal ke-lima : Aether. Jika kita mau mencermati kimia tanah, udara, dan api, maka akan kita ketahui ketiganya itu juga merupakan campuran dari bermacam-macam unsur, dan kita tidak bisa mendefinisikan secara terperinci " rumus kimia "-nya. Misalnya, bahwa tanah yang kita ambil dari satu pulau atau benua, lalu dibandingkan dengan tanah yang diambil dari pulau atau benua lainnya, komposisi unsur-unsur kimianya terperinci berbeda. Dan mungkin tidak perlu membandingkan tanah antar pulau atau antar benua, tanah di suatu pulau yang diambil dari lokasi berbeda, komposisi unsur-unsur kimianya juga bisa berbeda. Unsur-unsur kimia yang terkandung di tanah dan udara dapat diketahui, tapi unsur-unsur kimia yang terkandung di api sulit dijelaskan. Sehingga ketika orang menanyakan apakah rumus kimia dari api, para mahir kimia dan fisikawan di zaman modern ini cenderung menghindari untuk menawarkan tanggapan - karena ketidaktahuannya perihal unsur / partikel pembentuk api - dan menilai bahwa hal itu ialah suatu pertanyaan bodoh. Alasan yang mereka kemukakan, biasanya, karena api bukan materi, api tidak punya massa, api tidak menempati ruang, dsbnya.
Oleh karenanya, jangan menanyakan rumus kimia dari api !
Apakah Api itu gotong royong ?
Api ialah suatu reaksi berantai yang berlangsung cepat, seimbang dan kontinyu dari tiga elemen : Bahan Bakar, Energi Panas, dan Oksigen.
Rumus kimianya ? Tidak diketahui. Lebih tepatnya sulit didefinisikan. Sama menyerupai unsur asal lainnya, air - tanah - dan udara, rumus kimianya juga sulit didefinisikan secara tepat, kecuali air yang sudah terlanjur dikenal sebagai H2O, walaupun itu tidak tepat. Api berbeda dengan tiga unsur asal lainnya yang bisa berbentuk zat padat, cair, dan gas, dan masing-masing memiliki massa jenis. Api ialah suatu energi plasma, dan tidak memiliki massa.-- Dipandang dari sisi ini, api tidak mengikuti hukum kesetaraan energi dengan massa yang diformulasikan dalam persamaan Einstein yang terkenal E = mc2.--Hal tersebut merupakan suatu bukti, bahwa relativitas khusus tidak berlaku untuk semua jenis energi - E = mc2 ialah paradoks - dengan kata lain, bahwa ada sesuatu yang tidak memiliki massa tetapi mengandung energi.
Sama menyerupai tanah yang komposisi unsur-unsur kimianya bisa berbeda-beda, sesama api juga berbeda-beda, Api yang berasal dari materi bakar kayu misalnya, beda dengan api yang berasal dari materi bakar berupa plastik, tekstil, atau karet, dan berbeda pula dengan api yang berasal dari materi bakar minyak atau gas. Oleh karenanya juga ada banyak sekali jenis api. Orang bisa mengenali perbedaan jenis-jenis api dengan cara mencium bau yang ditimbulkannya, atau dengan melihat warna asapnya. Adanya jenis-jenis api yang tergantung dari jenis materi bakarnya, mengindikasikan bahwa kecepatan cahaya dari masing-masing sumber cahaya / jenis-jenis api tersebut juga tidak sama. Cahaya itu bertingkat-tingkat, demikian juga kecepatannya. Berarti, hal ini juga tidak mengikuti kesepakatan ilmuwan yang merujuk pendapat Einstein bahwa kecepatan cahaya ialah konstan, dan bahwa kecepatan di ruang hampa ialah 300.000 km / dt ( konstanta c tepatnya : 299.792.458 meter per detik ). Terlebih lagi bahwa apa yang dimaksud dengan ' ruang hampa ' itu sesungguhnya tidak ada.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa gotong royong yang disebut unsur asal dalam pandangan filosofis, faktanya sulit didefinisikan secara tepat oleh sains modern. Dan oleh karenanya, sekali lagi, ilmuwan modern tidak berhak mengklaim bahwa pandangan filosofis perihal unsur asal itu ialah pandangan yang salah. Dan faktanya, teori relativitas dan mekanika kuantum yang lebih dari satu kurun dipandang sebagai dua pilar utama fisika modern, sekarang mulai dipertanyakan.

Dari kutipan di atas terlihat dan mau tidak mau harus dikatakan, bahwa ' kekeliruan ' fisika modern berawal dari teori relativitas Einstein, yang selama ini dipandang sebagai ' teori berpengaruh '. Memang tidak diragukan lagi, itu ialah teori yang berpengaruh dan juga indah. Namun jikalau kita paham perihal apa yang dimaksud dengan ' paradoks ' dalam filosofi, maka kita akan memahami pula bahwa teori relativitas ialah teori paradoks. Dan justru kandungan paradoksialnya yang membuat teori relativitas nampak sangat indah.
Jika mau melihat lebih dalam lagi, ' kekeliruan ' sesungguhnya BERAWAL dari hasil eksperimen Michelson pada tahun 1887, yang mengatakan bahwa aether tidak ada. Banyak ilmuwan menerka bahwa eksperimen Michelson tersebut tidak ada hubungannya dengan teori Einstein. Seolah-olah Einstein tidak mengetahui adanya percobaan yang dilakukan oleh Michelson. Namun menurut Lincoln Barnett, penulis buku The Universe and DR.Einstein, justru Einstein yang di masa itu sebagai pejabat muda di Dinas Hak Paten di Berne, mengamati dengan cermat perkembangan hasil percobaan Michelson-Morley. Dan ide Einstein perihal relativitas khusus sesungguhnya didorong oleh hasil percobaan tersebut. Einstein tidak menolak atau membenarkan hasil percobaan Michelson-Morley, namun mengatakan bahwa kita bisa mengabaikan adanya aether sebagai kerangka contoh asalkan mau mendapatkan ide tidak adanya ruang mutlak dan waktu mutlak. Dua hal itu, konsep yang memporakporandakan adanya ruang mutlak dan waktu mutlak, tercermin dalam teori yang dikemukakannya.
Dan mungkin, sekarang ganti kita yang mengatakan, kita bisa mengabaikan teori relativitas umum dan hipotesa2/ teori2 turunannya : pengembangan alam semesta, big-bang, black hole, CMB, dark matter, dark energy, Higgs Boson, dsbnya, asalkan kita mau mendapatkan ide adanya luminiferous aether.-- Mengapa harus kita katakan itu ? Sebab, semua hipotesa / teori2 yang tersebut itu TIDAK KONSISTEN dengan disiplin keilmuan Astronomi. Atau lebih tepatnya : menyebabkan kekacauan dalam Ilmu Astronomi. Khususnya hipotesa / teori big-bang, black hole, CMB, dark matter dan dark energy : - bukannya menyebarkan ilmu astronomi yang dikenal sebagai ilmu pengetahuan yang renta - mungkin sama tuanya dengan usia peradaban insan - melainkan justru mengacaukan ilmu ' renta ' tersebut.

Ironis, karena Einstein yang teorinya digunakan sebagai landasan, hingga simpulan hidupnya justru menolak hipotesa big-bang dan black hole. Einstein menekankan pentingnya pengamatan sebagai dasar dari keilmiahan teori fisika. Dan tentunya, hasil pengamatan harus diulang berkali-kali, dan mungkin dengan banyak sekali cara termasuk pengamatan pribadi terhadap fakta yang ada di lapangan.
Salah satu contoh, berkaitan dengan hipotesa alam semesta mengembang yang melahirkan hipotesa big-bang dan hipotesa2 atau teori lainnya, tidak konsisten dengan ilmu bintang / astronomi, khususnya metoda penentuan posisi secara astronomis. Jika alam semesta terus mengembang, maka dari waktu ke waktu jarak antara bintang atau benda-benda angkasa di langit akan berkembang menjadi besar. Dan hal tersebut akan mengacaukan perhitungan penentuan posisi secara astronomis. Dengan kata lain, akan merubah metoda penentuan posisi secara astronomis secara total. Nyatanya tidak demikian. Contoh yang sederhana terkait dengan rasi-rasi bintang yang digunakan sebagai petunjuk arah oleh para pelaut dan nelayan, atau dipakai petunjuk oleh petani untuk mulai bercocok-tanam. Rasi-rasi bintang tersebut sudah dikenal semenjak ribuan tahun sebelum masehi, dan tidak ada perubahan hingga sekarang ini. Misalnya gugusan bintang yang digunakan untuk petunjuk arah di tengah laut, dengan menggunakan mata telanjang / tanpa alat mereka bisa memastikan arah Utara Sejati dan arah Selatan Sejati secara tepat. Arah Utara Sejati didapat dengan menarik garis lurus " sabuk beruang besar " - bintang Dubhe dan Merak - pada rasi bintang Ursa Mayor / bintang Utara. Sedangkan arah Selatan Sejati bisa dipastikan dengan menarik garis lurus dari bintang yang paling atas ke bintang paling bawah - Gamma Crux ke Alpha Crux - dari rasi bintang Crux / bintang Salib Selatan.
Ide alam semesta mengembang membidani lahirnya BigBang, yang diusulkan oleh Henri J.E. Lemaître, seorang pendeta Belgia, astronomer, dan juga sebagai profesor fisika di University of Leuven. BigBang dimaksudkan oleh Lemaitre sebagai penjelasan ilmiah terhadap konsep penciptaan alam semesta yang terdapat di dalam aliran agama. Tetapi kelihatannya hal itu terlalu dipaksakan, sehingga justru bisa mencederai kaidah ilmiah maupun kebenaran yang terkandung di dalam aliran agama. Kita ketahui, bahwa menyangkut penciptaan alam semesta merupakan salah satu misteri yang juga diperdebatkan oleh para mahir agama dan filosof. --Dikenal nama-nama menyerupai Tennemann, E.Renan, L.Gauthier, E.Brehier dan Max Horten mewakili filosof modern.--Dan nama-nama menyerupai Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibn Rusyd mewakili filosof Islam di kurun 9 - 11 Masehi. Dan yang menarik, pembahasan dari para filosof yang disebutkan itu tidak lepas dari hasil pemikiran Yunani Kuno, antara lain ide-ide Plato, Plotinos dan terutama Aristoteles. Bahkan diantara filosof Islam itu, Al-Kindi dan Al-Farabi, berusaha menjelaskan pemikiran Aristoteles, dan terkesan sebagai ' pendukung ' ide-ide Aristoteles. Dan di kalangan para filosof Islam itu juga berbeda pendapat, walaupun mereka mengacu kepada ayat-ayat dan kitab suci yang sama. -- Dan mungkin kita akan terpesona mengetahui apa yang pernah ditulis oleh Aristoteles lebih dari 23 kurun yang lalu, dimana dalam pernyataannya seakan-akan menolak hipotesa / teori BigBang yang diusulkan oleh Lemaitre pada tahun 1927 – 1933.
Cosmic Microwave Background Radiation ( CMBR ) hingga sekarang dipandang sebagai bukti utama BigBang. karena radiasi gelombang mikro tersebut diketahui memiliki keseimbangan termal, berarti radiasi gelombang mikro kosmik tersebut berada dalam kondisi damai pada keadaan alaminya. Kita bisa melihat dari sisi lain, bahwa keseimbangan termal dari CMBR patut diduga disebabkan oleh adanya medium aether yang fungsi utamanya ialah untuk keseimbangan alam. Jadi, CMB tersebut bukan berasal dari sisa-sisa panas dari ledakan besar / BigBang 13,5 milyar tahun yang lalu, melainkan berasal dari pancaran radiasi kosmik bermilyar galaksi, yang berlangsung setiap ketika dari waktu ke waktu dan berjalan secara kontinyu, lalu mencapai keseimbangan termal di medium yang merambatkannya.
Singkatnya, CMB merupakan salah satu bukti dari sekian banyak bukti tidak pribadi perihal keberadaan luminiferous aether, dan penemuan serta pengesahan adanya CMB memberi konfirmasi kepada kita, bahwa fungsi utama aether ialah untuk KESEIMBANGAN ALAM. Fungsi utama untuk keseimbangan, didalamnya mengandung arti termasuk MENGATUR UKURAN DAN GAYA-GAYA / FORSA dari semua jenis materi dalam kondisi alaminya. Dengan demikian dapat dijelaskan, bahwa GRAVITASI ADALAH EFEK KESEIMBANGAN MASSA, dimana aether sebagai penyebab utamanya. Adanya gaya gravitasi bisa dilihat sebagai hasil kerja aether menyeimbangkan 4 unsur asal : tanah, air, udara, dan api. Oleh karenanya pengaruh gravitasi bukan hanya berkaitan dengan peredaran planet-planet dan sebagai gaya yang menjadikan gerakan pasang-surut air saja, melainkan pengaruhnya menyeluruh terhadap makhluk hidup ( manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan ) dan interaksinya dengan alam sekitar / alam semesta.
Pengaruh gravitasi atau efek keseimbangan massa bisa dicermati dari beberapa fenomena alam antara lain terjadinya gempa bumi, tsunami, dan juga terjadinya angin puting beliung / angin puting-beliung tornado. Terhadap terjadinya gempa bumi dan tsunami diketahui disebabkan karena pergeseran / perpindahan massa berupa lapisan tanah dan massa air yang besar. Sedangkan bagaimana kaitannya antara gravitasi dengan proses terbentuknya angin puting beliung / tornado mungkin belum diketahui secara jelas. Namun dapat diduga penyebabnya berkaitan dengan rekayasa genetik tanaman pangan, atau keseimbangan ukuran dan gaya-gaya di dalam tanaman yang terganggu, sehingga alam berusaha memulihkan kembali keseimbangan tersebut, dan dampaknya mengundang terjadinya puting beliung / tornado yang menjadikan bencana.
Patut diduga masih ada hukum-hukum fisika yang belum diketahui / belum digunakan sebagai patokan. Diantara hukum itu ialah fakta yang bisa dilihat sehari-hari berkaitan dengan materi atau benda-benda alami yang ada disekeliling kita, dimana saja kita berada. Suatu fakta yang sederhana, hanya kita tidak menyadari bahwa fakta sederhana tersebut bisa diangkat menjadi semacam hukum atau patokan : bahwa semua benda alami dalam kondisi stabil disebabkan karena benda-benda tersebut secara alami ialah TERUKUR / SEIMBANG antara materi penyusun dan gaya-gaya / forsanya.
Hukum Alam itu secara singkat dapat dinyatakan, bahwa segala sesuatu yang alami ialah proporsional dan terukur - ALL THINGS ARE PROPORTIONAL AND MEASURABLE, mengandung suatu pengertian bahwa semua materi ada ukuran / batas-batas keseimbangannya -
Plato, guru Aristoteles, mengatakan perihal aether : "that which God used in the delineation of the universe."--Sesuatu yang digunakan oleh Tuhan untuk menggambarkan alam semesta. Aether pasti adanya, melingkupi seluruh ruang alam semesta - makrokosmik - maupun atom, mikrokosmik. Dan kita ingat penjelasan Aristoteles bahwa materi tidak bisa bergerak dengan sendirinya, melainkan selalu harus ada penyebabnya / ' a motive cause '. Dikaitkan dengan gerakan dan jumlah elektron pada orbit-orbitnya, dan bagaimana hal itu bisa membedakan antara unsur satu dengan lainnya, maka kita ingat pendapat Anaxagoras perihal ' benih asal ' yang diciptakan oleh Nous / Tuhan. Dan ada wisdom yang diwariskan oleh Siddattha Gotama, bahwa SEGALA SESUATU ADALAH TANPA INTI.
Catatan :
1.- Greatest Mysteries: What Causes Gravity ?- Gravitasi ialah Efek Keseimbangan Massa yang disebabkan oleh gerak aether. Efek Keseimbangan Massa dapat dilihat sebagai gaya sebagaimana yang dijelaskan oleh hukum gravitasi Newton, dan efek yang berupa gaya tersebut memiliki kecepatan tak terhingga. Efek tersebut disebabkan oleh gerak / hasil kerja aether sebagai unsur ke-lima yang berfungsi menyeimbangkan empat unsur asal lainnya. Oleh alasannya itu dapat dikatakan bahwa :
Gravitasi atau Efek Keseimbangan Massa ialah PENYEBAB dari adanya tiga forsa lainnya yang dikenal dalam model standar : Elekromagnet, Nuklir Kuat, dan Nuklir Lemah.
2.- Aether bukan partikel, tetapi ialah sesuatu yang lebih halus dari ' partikel ' cahaya. Dan aether itu ' bergerak '. Bagaimana ' gerak ' aether ? Mungkin yang dimaksud dengan ' gerak ' tersebut lebih tepat dikatakan ' suatu denyut yang diskrit '. - Denyut yang diskrit tersebut analoginya ialah menyerupai pulsa diskrit dalam teknik komputer, dengan simbol ' 0 ' dan ' 1 '. Pulsa diskrit ' 0 ' dan ' 1 ' tersebut ialah sesuatu yang digunakan oleh ilmuwan untuk menggambarkan ' alam semesta komputer ', identik dengan yang dikatakan oleh Plato bahwa aether ialah sesuatu yang digunakan oleh Tuhan untuk menggambarkan alam semesta.- ' Denyut diskrit ' dari aether tersebut dapat menampilkan Hukum Alam yang kita kenal sebagai ' Yang ' dan ' Yin ', atau Prinsip Polaritas ( THE TWO - POLARITY PRINCIPLE ). Prinsip Polaritas tersebut KONSISTEN atau dapat diterapkan dalam skala kecil / fisika kuantum maupun skala besar / kosmologi. Penerapan dalam skala kecil, bisa kita lihat berlakunya Prinsip Polaritas itu dalam keluarga besar partikel elementer : bahwa abjad dasar dari partikel-patikel tersebut selalu bersifat ' 0 ' dan ' 1 ' ( Positif dan Negatif ) dan sebaliknya, dan juga bersifat Diskrit / Tak Tentu, karena ada juga partikel elementer yang bersifat netral, dan dari semua jenis partikel elementer yang diusulkan adanya, tidak mungkin kita dapat mengetahui posisi dan kecepatan partikel secara bersamaan ( Asas Ketidakpastian Heisenberg ). - Asas ketidakpastian menegaskan sifat diskrit dari partikel, hal itu yang menjadi penyebab TIDAK KONSISTENNYA teori relativitas umum diterapkan ke dalam skala kecil. Singkatnya, tidak mungkin dipadukan. Oleh karenanya kita tidak perlu lagi bersusah-payah mencari Teori Medan Terpadu ( Unified Field Theory ), Teori Segalanya ( Theory of Everything ), Teori Superstring, M-Theory, atau teori-teori tunggal yang menyatukan, apapun namanya, karena teori yang dicari-cari oleh para fisikawan selama puluhan tahun itu gotong royong sudah tercakup di dalam hukum alam yang berupa Prinsip Polaritas: THE TWO-POLARITY PRINCIPLE
Dan rasanya tidak fair jikalau fisika modern mengakui berlakunya asas ketidakpastian ( Principle of Uncertainty ), namun tidak berani menyatakan adanya ASAS KEPASTIAN ( Principle of Certainty ) : yaitu bahwa semua materi ada ukuran / batas-batas keseimbangannya, dan berlakunya Prinsip Polaritas / The Two-Polarity Principle. Bicara perihal Model Standar yang memiliki 17 jenis partikel dasar dan interaksinya, tidak lain ialah bicara perihal polaritas partikel. Dan jikalau dilihat dari mekanismenya, asas ketidakpastian itu berawal dari adanya asas kepastian gerak posisi partikel / adanya polaritas partikel. Satu asas tidak bisa berdiri sendiri, wajib adanya asas yang berlawanan, dan keduanya saling ketergantungan. Principle of Certainty atau Asas Kepastian yang dimaksud disini berbeda dengan faham determinisme, tapi sama-sama mengacu kepada Hukum Sebab-Akibat yang berlaku universal. Kita menolak pendapat sebagian fisikawan yang menganggap bahwa fisika kuantum telah meruntuhkan dua pilar fisika klasik, asas kausalitas dan asas ketentuan / kepastian. Kelihatannya si kuantum berlari terlalu cepat, keluar dari batas-batas fisika, dan hal itu harus dicegah. Jika tidak, maka kita akan disuguhi dengan model-model teoritis yang penuh dengan ketidakkonsistenan. Ide perihal Asas Kepastian sudah pernah ada yang mengusulkan, mungkin berbeda dengan yang tercantum di artikel ini, namun ada kesamaan pandangan keterkaitan antara kedua asas itu, asas yang satu merupakan konsekuen dari asas lainnya :
In 1927 Heisenberg suggested the uncertainty principle, which can be formulated now as follows: If one tries to describe the dynamical state of a quantum particle by methods of classical mechanics, then precision of such description is limited in principle. The classical state of the particle turns out to be badly defined.
In 2005 the certainty principle was suggested, which is formulated as follows: If one describes the dynamical state of a quantum particle (system) by methods of quantum mechanics, then the quantum state of the particle (system) turns out to be well defined. This certainty of the quantum dynamical state means that “small” space-time transformations can not substantially change the quantum state.
And the Heisenberg uncertainty principle is a consequence of the certainty principle ( http://daarb.narod.ru/tcpqa-eng.html )
3.- Cahaya itu bertingkat-tingkat, dan pada hakikatnya juga bukan partikel. Adanya tingkat-tingkat cahaya pada dasarnya merupakan suatu pandangan filosofis ( Konsep Emanasi / Metafisika ). Tingkat cahaya yang lebih tinggi melimpahkan cahayanya pada tingkatan cahaya yang lebih rendah. Dan pandangan filosofis tersebut merupakan suatu fakta atau kebenaran ilmiah yang bisa ditemui dalam sains modern. Cahaya yang tingkatannya lebih tinggi melimpahkan cahayanya pada tingkatan cahaya yang lebih rendah, kata ' melimpahkan ' bisa diartikan ' diteruskan ' atau ' dibiaskan ' / ' dipantulkan '. Contohnya, bahwa cahaya bulan yang menerangi bumi pada malam hari, berasal dari cahaya matahari. Cahaya bulan tersebut juga dipantulkan oleh permukaan bumi dan benda-benda lainnya. Dari contoh tersebut kita melihat tingkatan-tingkatan cahaya sesuai asalnya : dari matahari, cahaya pantulan dari bulan, dan cahaya pantulan dari permukaan bumi.
Contoh lain, ialah terjadinya spektrum cahaya bila berkas cahaya warna putih melewati sebuah prisma, akan menghasilkan cahaya dengan bermacam-macam warna ; merah, hijau, jingga, biru, kuning, dstnya. Terjadinya bermacam-macam warna cahaya tersebut menunjukkan adanya kecepatan cahaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu pernyataan dalam fisika modern bahwa kecepatan cahaya ialah konstan dan merupakan kecepatan tertinggi di alam semesta , bahwa kecepatan cahaya di ruang vakum ialah 300.000 km/dt ( 299.792.458 meter per detik ), bahwa tidak ada sesuatu lain yang melebihi kecepatan cahaya, dsbnya, ialah suatu pernyataan yang menyederhanakan kenyataan sebenarnya. - Cahaya ialah pancaran energi panas. Kekuatan dan kecepatan pancaran tergantung kepada sumber cahaya dan energinya. Secara alami, cahaya yang berasal dari nyala api lilin, lampu minyak atau lentera, kekuatan dan kecepatannya terperinci lebih rendah bila dibandingkan dengan cahaya ( baca : pancaran energi panas ) yang berasal dari lampu listrik berdaya 100 watts, misalnya. Demikian pula, cahaya atau pancaran energi panas yang berasal dari lampu listrik berdaya sekian ratus atau sekian ribu watts, kekuatan dan kecepatan pancaran energi panasnya lebih rendah dibandingkan dengan pancaran energi panas yang berasal dari matahari.
Jika kita konsisten memandang cahaya ialah partikel, maka kita harus konsisten pula memandang bahwa partikel itu akan berkelakuan menyerupai air yang disemprotkan melalui penyemprot air / nosel : kekuatan dan kecepatan pancarannya tergantung tekanan air / energi di peralatan penyemprot itu. Dan kecepatan pancarannya akan semakin berkurang / melemah sebanding dengan jarak yang ditempuh. Sama menyerupai cahaya lampu listrik. Secara teori cahaya lampu akan melemah sebanding dengan kuadrat jaraknya. Cahaya lampu pada jarak satu meter tampak empat kali lebih terang dibandingkan pada jarak dua meter. Dan apabila dilihat pada jarak 10 meter cahayanya tampak 100 kali lebih lemah. Fakta yang bisa kita amati dalam kejadian sehari-hari tersebut membuktikan bahwa kecepatan cahaya tidak konstan, tapi bervariasi. Terlebih lagi bahwa cahaya tidak cukup dipandang sebagai sesuatu yang ' bergerak lurus ', melainkan ialah sesuatu yang ' bergerak lurus ke segala arah '
Kecepatan cahaya bervariasi tergantung sumber cahayanya ( besaran energi panas dari sumber cahaya ). Definisi kecepatan cahaya 300.000 km/dt ( 299.792.458 meter per detik ) yang berasal dari hasil percobaan dengan sumber cahaya berasal dari lampu listrik, semestinya tidak bisa diterapkan sebagai kecepatan cahaya matahari, bintang-bintang, dan benda-benda angkasa lainnya. Seandainya ilmuwan bisa mengukur kecepatan cahaya yang ditimbulkan oleh ledakan bom nuklir "Little Boy" dengan massa 55 ton yang dijatuhkan di kota Hiroshima ( 6 Agustus 1945 ), dan bom nuklir " Fat Man " dengan massa lebih besar yaitu 105 ton yang dijatuhkan di Nagasaki ( 9 Agustus 1945 ), itupun belum cukup untuk membuktikan bahwa kecepatan cahayanya sama dengan kecepatan cahaya matahari dan bintang-bintang.
Oleh karena itu semua hasil perhitungan dalam kosmologi modern yang berbasis pada kecepatan cahaya 300.000 km / dt, antara lain yang menghasilkan : --jarak bumi - matahari, jarak bumi - bintang, --pernyataan bahwa cahaya matahari perlu waktu sekitar 8 menit hingga di bumi,-- bahwa suatu bintang tertentu berjarak sekian ratus tahun cahaya sehingga bintang tertentu yang kita lihat itu mungkin sudah sekian ratus tahun yang lalu tidak ada, --dsbnya, --perlu diperiksa kembali.
Disini terlihat kebutuhan wisdom yang diyakini kebenarannya : -- Science Without Religion is Lame ( Einstein ), dan mungkin kita perlu melihat kebenaran yang tertulis di kitab suci untuk kita gunakan sebagai PETUNJUK dan sumber INSPIRASI - bukan untuk justifikasi / pembenaran - mengingat bahwa ayat-ayat kitab suci kebanyakan mengandung bahasa simbolik, sehingga terkesan fleksibel dan bisa ditafsirkan dalam banyak sekali sudut pandang para penafsirnya. Contohnya kitab suci Al-Quran, mengandung ayat-ayat Muhkamat ( terang dan terperinci ) dan Mutsyabihat ( tersembunyi makna hakikatnya ). Makna / hakikat dari ayat Mutasyabihat diyakini hanya dipahami oleh para Alim-Billah, yaitu orang-orang yang mendapat ilmu pribadi dari Tuhan : -- Surah At-Tariq ( The Night-Comer ) - ayat 1 - 3 yang kemungkinan besar menjelaskan kepada insan adanya cahaya bintang yang lebih cepat dari kecepatan cahaya / sumber listrik :
" Demi langit dan yang datang pada malam hari. Tahukah kau apakah yang datang pada malam hari itu ? (yaitu) Bintang yang cahayanya menembus, "
Sepertinya sejarah berulang kembali. Kita ketahui bahwa Aristoteles menolak pendapat filsuf Yunani sebelumnya, yaitu Empedokles, yang mengatakan bahwa cahaya matahari memerlukan waktu tertentu untuk hingga di bumi. Pendapat Aristoteles tersebut bertahan hingga abad-17, antara lain pengesahan Descartes yang mengatakan bahwa cahaya matahari ialah ' seketika ' hingga di bumi, membenarkan pendapat Aristoteles. Dan kemungkinan besar, di abad-21 ini ilmuwan akan menemukan bukti-bukti yang lebih banyak lagi berkaitan dengan ' kecepatan ' cahaya benda-benda angkasa termasuk matahari dan bintang-bintang, kecepatannya tak terhingga atau kecepatan ' seketika '.
4.-Ada beberapa ayat yang terdapat di kitab suci digunakan oleh sebagian ilmuwan sebagai ' pembenaran ' terhadap hipotesa BigBang. Pertama, perlu kita sadari bahwa ayat-ayat dari kitab suci tidak bisa digunakan sebagai justifikasi terhadap suatu teori dalam sains, yang memerlukan pembuktian ilmiah. Kedua, keberadaan ayat-ayat yang kita yakini mengandung konsep2 sains, bisa digunakan sebagai suatu petunjuk atau sumber pandangan gres untuk menggali lebih dalam berkaitan dengan fenomena alam yang belum dapat dijelaskan oleh sains. Dan ketiga, secara teoritis BigBang mempersyaratkan adanya proses pengembangan ruang atau ledakan besar dengan efek kecepatan melebihi kecepatan cahaya, dan hal itu menunjukkan TIDAK KONSISTENNYA teori relativitas umum dihadapkan dengan teori relativitas khusus. Itulah sebabnya Einstein sendiri, dan juga pendukung fanatiknya : Arthur Eddington, menolak hipotesa BigBang. Oleh karenanya metode ilmiah tetap harus dikedepankan dan tidak bisa diabaikan. Sebagai contoh, ada ayat yang mengatakan : " Pada awalnya keadaan langit dan bumi dalam suatu kesatuan. ... " ,tidak bisa ditafsirkan secara sembarangan dan dikaitkan dengan BigBang.

***
Keberadaan ether belum pasti. Namun, ketika beberapa ilmuwan yang kredibel menyebutkan dan membahas ether—meskipun sekadar contoh, hal itu membuat kita menyikapi problem ini secara hati-hati.
Christian Hugens (1629 – 1695) ialah orang pertama yang mengetengahkan konsep ether sebagai materi yang dapat menembus segala sesuatu dan mempunyai substansi yang sangat halus. Akan tetapi, ketika Maxwell mendukung pandangan tersebut hingga mengabaikan konsep kehampaan mutlak, ia berkata, “Setelah fenomena elektro magnetik terbukti ada, lahirlah kebutuhan akan adanya perantara menyerupai ether.” Dengan kata lain, segala sesuatu, mulai dari alam besar (kosmos) hingga alam kecil (atom) bergerak dalam kerangka ether. Maxwell juga berpendapat bahwa kesimpulan pertama penemuan tersebut ialah bahwa gelombang cahaya tidak lain ialah gelombang elektro magnetik. Yakni, fenomena cahaya sama dengan fenomena elektro magnetik. Penemuan tersebut gotong royong dianggap sebagai langkah pertama menuju penyatuan banyak sekali fenomena alam.
Pada hakikatnya beberapa orang sebelum Maxwell telah menegaskan bahwa muatan elektro magnetik tidak bisa bergerak dan berpindah dalam kehampaan. Artinya, ia membutuhkan perantara untuk berpindah. Lewat hukum-hukum yang ditemukan, disebutkan bahwa muatanmuatan elektro magnetik ialah gelombang melintang dan memiliki karakteristik cahaya dilihat dari sisi pantulan dan defraksi ganda. Sementara itu, Maxwell menilai bahwa cahaya ialah kata lain dari gelombang elektro magnetik yang pendek. Lalu, Hertz datang melaksanakan sejumlah percobaan yang mendukung teori Maxwell. Ia melihat bahwa ketika menghidupkan aliran listrik di salah satu sudut ruangan, muncul nyala listrik dalam sirkulasi listrik yang terdapat di sudut ruangan lainnya tanpa ada keterkaitan antara keduanya. Ia mengatakan bahwa kecepatan gelombang itu sama dengan kecepatan cahaya. Karena itu, nama Hertz dipakai sebagai nama gelombang itu. Demikianlah dasar penemuan radio dan telepon yang kita kenal dan kita pergunakan.
Setelah pandangan perihal ether tersebar luas sepanjang beberapa waktu, Morley dan Michelson hendak membuktikan keberadaan ether dengan eksperimen dan pemikiran lewat cara berikut ini. Jika kita mengirimkan dua sinar, yang pertama ke arah gerakan bumi dan yang kedua ke arah vertikal lalu lewat cermin kita memantulkan kedua sinar tersebut sekali lagi ke mata orang yang melihat percobaan, diprediksi bahwa sinar yang searah dengan gerakan bumi lebih lambat daripada sinar yang dikirim ke arah vertikal dari gerakan bumi, karena ia akan membentur arus ether yang terbentuk dengan arah kebalikan dari gerakan bumi. Hanya saja, prediksi tersebut tidak terbukti. Ternyata kedua sinar itu hingga pada waktu yang bersamaan tanpa perbedaan sedikit pun. Meskipun percobaan diulang, hasilnya tetap sama. Ini menjadi arahan negatif bagi keberadaan ether. Dengan kata lain, jelaslah bahwa gelombang radio dalam perpindahannya tidak membutuhkan perantara apa pun.
Ada yang menyanggah kesimpulan di atas. Di antaranya Laurent yang menyebutkan sebuah prinsip bahwa setiap zat kehilangan sebagian dari panjangnya lewat arah gerakan yang ada. Ia berpendapat bahwa hal tersebut terjadi pada percobaan Morley dan Michelson. Ia membuktikan sampainya dua sinar ke sentra atau kepada mata orang yang melihatnya dalam waktu yang bersamaan secara matematis. Sanggahan tersebut dianggap benar ketika itu. Namun, sangat penting untuk mengetahui substansi dari apa yang ingin dibuktikan keberadaannya oleh Michelson dan apa makna ether yang dianggap ada oleh Laurent.
Yang pertama menganggap tidak ada karena bersandar pada percobaannya. Sebab, ia membayangkan adanya ketebalan pada ether. Atau, ia menilai paling tidak ether sama dengan udara yang meliputi bola bumi dan membayangkan adanya gerakan materi cair yang mengelilingi bumi bersama gerakan bumi. Artinya, ia melaksanakan percobaannya pada ether imajinatif semacam itu. Bukankah bisa saja ether merupakan wujud metafisika? Atau, alam supranatural sebagai lawan dari alam kasat mata ini? Perlu diketahui bahwa begitu banyak majalah ilmiah berisi artikel yang intinya mengacu kepada ether.
Sebagai kesimpulan, kita bisa berkata bahwa meski tidak ada kepastian yang didasarkan pada penyaksian atau percobaan perihal ether, ialah keliru dan tergesa-gesa ketika kita segera menafikan keberadaannya, alasannya kita tidak memiliki informasi yang berpengaruh perihal ketiadaannya.
Ether, Energi Misteri Alam Semesta Ada beberapa cara berbeda untuk menunjukkan bahwa kita dikelilingi oleh udara tapi tidak menyadari bahwa kita hidup di dasar ‘lautan ether’, dan insan belum bisa mendeteksi aether. Aether menawarkan solusi dalam beberapa misteri menyerupai gelombang elektromagnetik, perjalanan milyaran tahun di alam semesta tanpa kehilangan energi. Alam semesta diisi dengan media transmisi cahaya, yang dikenal dengan ether (aether). ‘Einstein’s Greatest Mistake: Abandonment of the Aether‘ sebuah buku karya Sid Deutsch yang menjelaskan perihal luminiferous ether atau cahaya pembawa ether, teori yang pertama kali dikenalkan oleh Isaac Newton di kurun 18, kemudian disempurnakan oleh James Clerk Maxwell pada kurun ke-19 dan kesannya digantikan oleh teori khusus Albert Einstein perihal relativitas (yang paling sederhana didefinisikan sebagai medium untuk propagasi cahaya). Menurut Deutsch, Einstein memiliki pembenaran komputasi adanya dugaan eter, namun memutuskan untuk membuang prinsip karena terlalu rumit melalui kesimpulan logis. Ether Dalam Teori Relativitas Einstein Di simpulan kurun ke-19, mahir fisika berteori bahwa cahaya radiasi elektromagnetik dan lainnya mungkin disebarkan melalui ruang dari beberapa media lemah yang disebut luminiferous (cahaya pembawa) ether. Kemudian pada tahun 1887 fisikawan Amerika (Michelson dan Morley) membuat suatu alat dengan menggunakan dua cermin, cermin dan perak untuk membagi sinar cahaya menjadi dua sinar pada sudut kanan, dan kemudian menggabungkan mereka dan mengukur ukuran gangguan yang disebabkan oleh interferensi konstruktif dan destruktif. Bumi mengorbit Matahari dan bergerak melalui eter, karena eter akan bergerak dengan kecepatan berbeda, menciptakan pola dalam kisaran tertentu. Mereka mengulangi percobaan berulang dalam banyak arah, dan tidak pernah menemukan bukti adanya ‘angin eter’ (aether wind). ether, alam semesta, angkasa Ilustrasi Ether / Credit: funerium.deviantart Teori Relativitas Albert Einstein yang dikenalkan pada tahun 1905 memiliki konsep bahwa gerak tidak pernah mutlak, tetapi hanya relatif. Meskipun teori relativitas tampaknya telah lulus tes dalam setiap gerak absolut, bayangkan jikalau kita berada dalam ruangan dengan balon besar berisi udara. Molekul udara di dalam balon bergetar dan beredar, tetapi kita masih bisa bergerak relatif terhadap balon secara keseluruhan. Jika balon dihilangkan dan kita hanya memiliki massa udara, untuk semua gerakan internal dapat bergerak relatif terhadap massa secara keseluruhan. Planet menyerupai Bumi mengorbit Matahari, tetapi kita dapat bergerak relatif terhadap tata surya dan bergerak relatif terhadap seluruh galaksi, meskipun semua gerakan internal. Alam semesta (menurut definisi) merupakan segala sesuatu yang ada, yang akan membuat gerak absolut. Kemudian pada tahun 1916 Albert Einstein menerbitkan Teori Relativitas Umum, teori yang berkaitan dengan gravitasi. Einstein berteori bahwa ada dimensi ke-4 (waktu) dan massa yang menyebabkan ruang mengembalikan kurva pada waktunya. Ini tidak dapat divisualisasikan, namun ada kemungkinan untuk membuat diagram ruang waktu dalam tiga dimensi menjadi satu, dan timeline berada di sudutnya. Dua massa bergerak ke depan dalam waktu, jadwal, karena kelengkungan ruang, yang tertekuk ke arah satu sama lain. Kaprikornus teori ini tampaknya bekerja dengan tepat sebagai konsep abstrak. Masalahnya ialah bahwa ruang yang ‘melengkung’, ruang tidak bisa hampa. Harus ada beberapa struktur, substansi tertentu, sesuatu untuk melaksanakan bending (sejenis ether). Kaprikornus Einstein menyebarkan sebagian teori karena tidak adanya asumsiether, tapi teori ini memerlukan ether biar bekerja. Meskipun relativitas lulus dalam setiap tes dan mekanika teori quantum, pendapat lain dalam fisika modern telah terbukti sangat prediktif, yang mengarah pada pengembangan laser dan elektronik solid. Kenyataan bahwa teori gravitasi relativitas dan gravitasi kuantum mekanik tidak pernah sejalan. Einstein menghabiskan tahun-tahunnya dan sia-sia mencoba membuat teori terpadu. Dan kemudian teori string dianggap sebagai solusi, tapi segera berkembang menjadi teori membran dan masih terdapat masalah. Fisikawan modern masih galau menjelaskan maksud energi gelap dan materi gelap, dan fisikawan serta astronom tidak dapat menjelaskan mengapa benda langit yang paling besar (seperti bumi) memiliki bidang magnet. Konsep Ether Dalam Kekuatan Kehidupan Dan Kesadaran Spiritual Untuk melengkapi semua ini, mekanika kuantum bergantung pada konsep yang disebut pertukaran partikel untuk menjelaskan empat gaya (gravitasi, elektromagnetisme, nuklir kuat, nuklir lemah) dan mendalilkan bahwa alam semesta dipenuhi dengan ‘virtual’ partikel yang disebut ether. Jadi, teori relativitas dan mekanika kuantum memerlukan sesuatu menyerupai eter, tapi tak seorang ilmuwan mengakui demikian. Budaya tradisional di seluruh dunia telah mempercayai beberapa jenis energi, menyerupai kekuatan dinamis, mengisi semua ruang dan berinteraksi dengan kehidupan dan kesadaran (ki, chi, mana, prana, orgone, Vril). Ada cukup bukti bahwa peneliti modern telah menyebarkan beberapa bentuk kontrol gravitasi, yang tidak dapat dijelaskan oleh fisika konvensional. Kaprikornus mungkin harus mempertimbangkan kembali ether. Bayangkan jikalau semua ruang diisi dengan gelombang, bukan gelombang transversal menyerupai cahaya, tetapi gelombang longitudinal yang bukan menyerupai suara. Gelombang tersebut harus memiliki panjang gelombang sangat pendek dan akan bergerak (setidaknya) pada kecepatan cahaya, dan mungkin jauh di atas kecepatan cahaya. Gelombang ini akan bergerak masuk dan dari segala arah, menciptakan matriks 3 dimensi. Gravitasi bisa menjadi dorongan daripada gaya tarik manarik dengan sebagian energi gelombang yang diserap oleh materi dan diubah, mungkin menjadi panas dan elektromagnetisme. Fisika modern juga galau untuk menjelaskan semua panas di langit menyerupai yang terjadi pada Jupiter dan Bumi, dan tidak adanya emisi neutrino yang cukup untuk dapat menunjukkan bahwa ‘Tidak semua energi Matahari dihasilkan oleh fusi‘. Bagaimana energi akan diserap oleh materi? Bagaimana gelombang dapat menghindari gangguan? Komposisi partikel subatomik merupakan pertanyaan awam yang tidak bisa dijawab. Jika spekulasi ini memiliki nilai, dan jikalau fisikawan mengembangkannya, ether bisa menjadi kunci untuk menemukan energi ‘bebas’ dan kontrol gravitasi, juga dapat memberi petunjuk perihal sifat kesadaran manusia.

***

Oke, gue sebenernya udah gatel banget pengen nuang pemikiran gue perihal hal ini di blog. Masih njelimet sih diotak. Karena ternyata, dari rumus sederhana Oom Einstein, gue bisa mengasumsikan banyak misteri alam semesta yang selama ini gak banyak juga orang mau repot-repot mikirin.

Gue udah menebak, pasti goresan pena ini bakalan bersambung jadi beberapa judul kembangan. Artinya, bahasan ini akan meluas dengan sendirinya. Tapi yang mesti lo ingat, I am not a physicists. Gue cuma pemikir, dan pencari jawaban. Well, cukup introduksi nya, let me tell you what I think.

Udah dari sekitar dua tahun kebelakang gue mulai berpikir nggak normal perihal segala hal. Dan beberapa bulan kemarin (hampir setahun sih), gue mulai berpikir tentang creation of universeWhich is, selama ini kita cuma tau dari buku IPA anak SD, bahwa alam semesta itu terjadi karena adanya ledakan besar yang dinamakan BigBang. Dari proses tersebut, kesannya terbentuklah galaksi-galaksi, bintang-bintang, planet-planet, hingga ke keragaman hayati baik hewan, tumbuhan, kemudian manusia.

Kebanyakan insan hanya mengetahui bahwa segala sesuatu di alam semesta ini hanya terdiri dari 4 unsur dasar. Air, Api, Udara, dan Tanah. Kemudian gue menemukan, bahwa segala sesuatu nya tidak akan eksis jikalau tidak ada satu unsur pendukung yang dinamakan ruang. Ya. Segala sesuatu yang ada, butuh ruang, bukan? Berpikir lebih jauh lagi, ternyata bukan cuma ruang yang dibutuhkan sebagai syarat adanya materi. Materi akan “ada” jikalau ada ruang dan waktu. Bila waktu itu tidak ada, maka tidak akan ada ruang. Dan bila tidak ada ruang, waktu pun tidak ada.

Bingung? Oke, mari gue perjelas. Gue jabarkan pelan-pelan.

Ada pertanyaan sinting yang ganggu banget sekitar dua tahun lalu. Yaitu, waktu dan semesta, lebih dulu mana yang tercipta? Krik, krik, krik…. Gue galau dong. Sampai akhirnya, gue mulai menemukan jawabannya dari Postulat Einstein E = mc2. Dimana, E=Energi, M=Massa Benda, dan C2 = Kecepatan cahaya dalam vakum yang dikuadratkan, yaitu kecepatan yang paling tinggi yang bisa dijangkau pemikiran manusia. Dalam persamaan E = mc2  menunjukkan semakin erat benda pada kecepatan cahaya akan semakin besar massanya yang akan berakibat energi yang dibutuhkan untuk mengubah momentumnya juga harus ditambah.

Kok jadi bawa-bawa rumus Einstein? Gini…. Selama ini kan kebanyakan orang itu percaya, space itu ialah ruang kosong dan time itu adalah artifisial manusia. Bisa-bisaan nya insan aja. Benarkah? Logika sederhananya, kamar lo bisa ada lemari dan perabotan itu karena ada ruang kosong, gitu? Terus ruang kosong itu kenapa bisa ada? Dan udah berapa lama ruang itu jadi ruang kosong. Kaprikornus ternyata ruang kosong itu ada karena pergerakan partikel sehingga terjadilah space. Nah itulah yang dikenal para fisikawan sebagai aether. Atau dikenal secara umum sebagai dimensi. Yaitu elemen ke-lima. Penunjang keberadaan dari banyak sekali materi. Dan disepakati bahwa dimensi ini sendiri ialah bentuk energi.

Bila merujuk ke rumus tadi dan kemudian ditelaah, suatu materi untuk mencapai kecepatan cahaya dibutuhkan sejumlah Energi dan Massa yang cukup besar. Bila digambarkan akan menjadi c² = E/m. Yang berarti kecepatan cahaya berbanding terbalik dengan akar dari energi yang dibagi massa sebuah benda. Bila disederhanakan, ini menunjukkan, bahwa Time merupakan durasi tempuh dari suatu partikel atau materi yang mengalami momentum, dan merupakan Amplitudo (panjang gelombang) dari fase pergerakan partikel tersebut. Sementara jangkauan gerak suatu partikel tersebut merupakan Space.

Nah, that’s why dimensi atau aether atau space-time ini terbentuk sehingga segala sesuatu itu ada, dikarenakan telah mendapat “tempat” untuk eksis. Tapi, justru dari pemikiran gue tersebut, gue malah menemukan paradoks. Bahwa, tiada materi tanpa dimensi, dan tiada dimensi tanpa materi. Yap. Eksistensi suatu partikel butuh ruang dan waktu. Sementara ruang dan waktu (dimensi) butuh partikel. Ini (barusan gue googling) diagramnya.



Kalau dikaitkan dengan filsafat mistik islam pun dikatakan bahwa, "Sebelumnya tidak ada apa-apa selain Tuhan. Hanya kekosongan (suwung)“. Ini semakin menguatkan analogi gue bahwa Tuhan sebagai Sang Sumber lah yang menciptakan kelima unsur tersebut dan menjadikan sistem yang saling mengikat, biar terjadi creation.
Dalam Paganisme kuno pun, kelima unsur tersebut pun dijelaskan dalam simbol pentagram yang masing-masing sudut (mata bintang) nya mewakili satu elemen, sementara tengah nya "kosong”. Kosong merupakan lambang dari source of creation. Atau bisa jadi simbol ketuhanan itu sendiri. Entahlah. Dan ini semakin membawa gue ke pemikiran lain yang berdasar dari pemikiran ini. Next time akan gue tulis kembangan pemikiran gue tersebut.
Gue bukan orang pinter apalagi sok pinter. Buktinya, bego nya gue, ternyata hal ini telah menjadi perdebatan dikalangan fisikawan modern dari simpulan kurun 19 hingga kurun 20 sekarang ini. Gue gres tau dari google bahwa ternyata bukan gue yang pertama kali mikir kayak gini. Bahahahahaha…

Thursday, 27 September 2012

INILAH CAHAYA

Kamu Tau apa itu Cahaya?
Berikut ini Cahaya menurut Teori Fisika:

Cahaya merupakan sejenis energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang bisa dilihat dengan mata. Cahaya juga merupakan dasar ukuran meter: 1 meter ialah jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada 1/299,792,458 detik. Kecepatan cahaya ialah 299,792,458 meter per detik.
Cahaya dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Matahari ialah sumber cahaya utama di Bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk membuat makanan.
Sifat-sifat cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya ialah kita dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok. Namun cahaya dapat dipantulkan .

Teori perihal cahaya
Teori kurun ke-10
Ilmuwan Abu Ali Hasan Ibn Al-Haitham (965–sekitar 1040), dikenal juga sebagai Alhazen, menyebarkan teori yang menjelaskan penglihatan, menggunakan geometri dan anatomi. Teori itu menyatakan bahwa setiap titik pada kawasan yang tersinari cahaya, mengeluarkan sinar cahaya ke segala arah, namun hanya satu sinar dari setiap titik yang masuk ke mata secara tegak lurus yang dapat dilihat. Cahaya lain yang mengenai mata tidak secara tegak lurus tidak dapat dilihat. Dia menggunakan kamera lubang jarum sebagai contoh, yang menampilkan sebuah citra terbalik. Alhazen menganggap bahwa sinar cahaya ialah kumpulan partikel kecil yang bergerak pada kecepatan tertentu. Dia juga menyebarkan teori Ptolemy perihal refraksi cahaya namun usaha Alhazen tidak dikenal di Eropa hingga pada simpulan kurun 16.
Teori Partikel
Isaac Newton menyatakan dalam Hypothesis of Light pada 1675 bahwa cahaya terdiri dari partikel halus (corpuscles) yang memancar ke semua arah dari sumbernya. Teori ini dapat digunakan untuk menerangkan pantulan cahaya, tetapi hanya dapat menerangkan pembiasan dengan menganggap cahaya menjadi lebih cepat ketika memasuki medium yang padat tumpat karena daya tarik gravitasi lebih kuat.
Teori Gelombang (atau Ray)
Christiaan Huygens menyatakan dalam kurun ke-17 yang cahaya dipancarkan ke semua arah sebagai ciri-ciri gelombang. Pandangan ini menggantikan teori partikel halus. Ini disebabkan oleh karena gelombang tidak diganggu oleh gravitasi, dan gelombang menjadi lebih lambat ketika memasuki medium yang lebih padat. Teori gelombang ini menyatakan bahwa gelombang cahaya akan berinterferensi dengan gelombang cahaya yang lain menyerupai gelombang bunyi (seperti yang disebut oleh Thomas Young pada kurun ke-18), dan cahaya dapat dipolarisasikan. Kelemahan teori ini ialah gelombang cahaya menyerupai gelombang bunyi, memerlukan medium untuk dihantar. Suatu hipotesis yang disebut luminiferous aether telah diusulkan, tetapi hipotesis itu tidak disetujui.
Teori Elektromagnetik
Pada 1845 Faraday menemukan bahwa sudut polarisasi dari sebuah sinar cahaya ketika sinar tersebut masuk melewati material pemolarisasi dapat diubah dengan medan magnet.Ini ialah bukti pertama kalau cahaya bekerjasama dengan Elektromagnetisme. Faraday mengusulkan pada tahun 1847 bahwa cahaya ialah getaran elektromagnetik berfrekuensi tinggi yang dapat bertahan walaupun tidak ada medium.
Teori ini diusulkan oleh James Clerk Maxwell pada simpulan kurun ke-19, menyebut bahwa gelombang cahaya ialah gelombang elektromagnet sehingga tidak memerlukan medium untuk merambat. Pada permukaannya dianggap gelombang cahaya disebarkan melalui kerangka contoh yang tertentu, menyerupai aether, tetapi teori relativitas khusus menggantikan anggapan ini. Teori elektromagnet menunjukkan yang sinar kasat mata ialah sebagian daripada spektrum elektromagnet. Teknologi penghantaran radio diciptakan berdasarkan teori ini dan masih digunakan.
Kecepatan cahaya yang konstan berdasarkan persamaan Maxwell berlawanan dengan hukum-hukum mekanis gerakan yang telah bertahan semenjak zaman Galileo, yang menyatakan bahwa segala macam laju ialah relatif terhadap laju sang pengamat. Pemecahan terhadap kontradiksi ini kelak akan ditemukan oleh Albert Einstein.
Teori Kuantum
Teori ini di mulai pada kurun ke-19 oleh Max Planck, yang menyatakan pada tahun 1900 bahwa sinar cahaya ialah terdiri dari paket (kuantum) tenaga yang dikenal sebagai photon. Penghargaan Nobel menghadiahkan Planck anugerah fisika pada 1918 untuk kerja-kerjanya dalam penemuan teori kuantum, walaupun ia bukannya orang yang pertama memperkenalkan prinsip asas partikel cahaya.
Teori Dualitas Partikel-Gelombang
Teori ini menggabungkan tiga teori yang sebelumnya, dan menyatakan bahwa cahaya ialah partikel dan gelombang. Ini ialah teori modern yang menjelaskan sifat-sifat cahaya, dan bahkan sifat-sifat partikel secara umum. Teori ini pertama kali dijelaskan oleh Albert Einstein pada awal kurun 20, berdasarkan dari karya tulisnya perihal efek fotolistrik, dan hasil penelitian Planck. Einstein menunjukkan bahwa energi sebuah foton sebanding dengan frekuensinya. Lebih umum lagi, teori tersebut menjelaskan bahwa semua benda mempunyai sifat partikel dan gelombang, dan banyak sekali macam eksperimen dapat di lakukan untuk membuktikannya. Sifat partikel dapat lebih mudah dilihat apabila sebuah objek mempunyai massa yang besar.
Pada pada tahun 1924 eksperimen oleh Louis de Broglie menerangkan elektron juga mempunyai sifat dualitas partikel-gelombang. Einstein mendapatkan penghargaan Nobel pada tahun 1921 atas karyanya perihal dualitas partikel-gelombang pada foton, dan de Broglie mengikuti jejaknya pada tahun 1929 untuk partikel-partikel yang lain.

Panjang Gelombang Tampak
Cahaya tampak ialah episode spektrum yang mempunyai panjang gelombang antara lebih kurang 400 nanometer (nm) dan 800 nm (dalam udara).
Rumus kecepatan-cahaya
v = λf,
Dimana λ ialah panjang gelombang, f ialah frekuensi, v ialah kecepatan cahaya. Kalau cahaya bergerak di dalam vakum, jadi v = c, jadi
c = λf,
di mana c ialah laju cahaya. Kita boleh menerangkan v sebagai
di mana n ialah konstan (indeks biasan) yang mana ialah sifat material yang dilalui oleh cahaya.
Sejarah pengukuran kelajuan cahaya
Kelajuan cahaya telah sering diukur oleh mahir fisika. Pengukuran awal yang paling baik dilakukan oleh Olaus Roemer (ahli fisika Denmark), dalam 1676. Beliau menciptakan kaedah mengukur kelajuan cahaya. Beliau mendapati dan telah mencatatkan pergerakan planet Saturnus dan satu dari bulannya dengan menggunakan teleskop. Roomer mendapati bahwa bulan tersebut mengorbit Saturnus sekali setiap 42-1/2 jam. Masalahnya ialah apabila Bumi dan Saturnus berjauhan, putaran orbit bulan tersebut kelihatan bertambah. Ini menunjukkan cahaya memerlukan waktu lebih lama untuk samapai ke Bumi. Dengan ini kelajuan cahaya dapat diperhitungkan dengan menganalisa jarak antara planet pada masa-masa tertentu. Roemer mendapatkan angka kelajuan cahaya sebesar 227,000 kilometer per detik.
Mikel Giovanno Tupan memperbaiki hasil kerja Roemer pada tahun 2008. Dia menggunakan cermin berputar untuk mengukur waktu yang diambil cahaya untuk bolak-balik dari Gunung Wilson ke Gunung San Antonio di California. Ukuran jitu menghasilkan kelajuan 299,796 kilometer/detik. Dalam penggunaan sehari-hari, jumlah ini dibulatkan menjadi dan 300,000 kilometer/detik.

Warna dan Panjang Gelombang
Panjang gelombang yang berbeda-beda diinterpretasikan oleh otak insan sebagai warna, dengan merah ialah panjang gelombang terpanjang (frekuensi paling rendah) hingga ke ungu dengan panjang gelombang terpendek (frekuensi paling tinggi). Cahaya dengan frekuensi di bawah 400 nm dan di atas 700 nm tidak dapat dilihat manusia. Cahaya disebut sebagai sinarultraviolet pada batas frekuensi tinggi dan inframerah (IR atau infrared) pada batas frekuensi rendah. Walaupun insan tidak dapat melihat sinar inframerah kulit insan dapat merasakannya dalam bentuk panas. Ada juga camera yang dapat menangkap sinar Inframerah dan mengubahnya menjadi sinar tampak. Kamera menyerupai ini disebut night vision camera
Radiasi ultaviolet tidak dirasakan sama sekali oleh insan kecuali dalam jangka paparan yang lama, hall ini dapat menyebabkan kulit terbakar dan kanker kulit. Beberapa hewan menyerupai lebah dapat melihat sinar ultraviolet, sedangkan hewan-hewan lainnya menyerupai Ular Viper dapat mencicipi IR dengan organ khusus.
anton bahaudin 23:19


lainnya 345811028741734479

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts