Loading...

085749607473 Jual Peci Kopiah Songkok Makna Wafat dalam Al-Qur'an



Makna Wafat dalam Al-Qur'an
            Secara umum dapat dikatakan bahwa pembicaraan perihal kematian bukanlah sesuatu yang menyenangkan, naluri insan bahkan ingin hidup seribu tahun lagi. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang enggan mati, ada orang yang enggan mati karena tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian, atau mungkin juga karena membayangkan betapa sulut dan pedihnya kehidupan sesudah kematian, bahkan mungkin karena ganjal an belum memiliki persiapan dan takut mendapat siksaan.
            Dalam bahasa Indonesia, kata “mati” terkesan bergairah dan dalam pemakaiannya lebih cenderung ditujukan kepada hewan. Sedangkan bagi insan kata yang digunakan yaitu “wafat”. Hal ini bertujuan untuk lebih memperhalus bahasa. Selain itu, bertujuan pula untuk menunjukkan penghormatan kepada insan sebagai makhluk yang pandai dan paling mulia dibanding makhluk lain, walaupun dalam kenyataan selanjutnya tidak dapat dipungkiri bahwa banyak pula insan yang perilakunya tidak berbeda dengan hewan.
            Dari pernyataan di atas, kita dapatkan  suatu statement  bahwa wafat berarti mati. Sehingga kata “tawaffa” yang merupakan asal kata dari wafat bermakna mematikan. Maka, bagaimanakah sebetulnya konsep “tawaffa” itu? Benarkah anggapan bahwa kata “tawaffa” itu hanyalah terbatas diartikan dengan mematikan saja? Dan bagaimanakah pula  Al-Qur’an mendeskripsikan makna “tawaffa”?
Terkait dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji konsep “tawaffa” tersebut. Baik itu melalui pemaknaan literer dengan kamus dan kosa kata dalam al-Qur’an, maupun dengan tela’ah kitab-kitab tafsir. Untuk itu pula, maka dipilihlah beberapa arti mengenai lafadh “yatawaffa”.








Kata “Wafat”  dalam Al-Qur’an

            Dalam kamus kosa kata al-Qur’an (Drs. Muhammad Thalib) hal.564, makna wafat dalam al-Qur’an terbagi menjadi 3:
1. Menidurkan
SURAT AL-AN’AM:60

وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (60)
Artinya: “Dan Dia-lah yang menidurkan kau pada malam hari dan Dia mengetahui apa yang kau kerjakan pada siang hari. Kemudioan Dia membangunkan kau pada siang hari untuk disempurnakan umurmu yang telah ditetapkan. Kemudian kepada-Nya kawasan kau kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kau kerjakan”.
Arti lafadz”yatawaffakum” disini yaitu “menidurkan”.

Sebagaimana disebutkan dalam tafsir al-Thabary:
 Imam Abu Ja’far berkata: Tuhan SWT berfirman kepada Nabi Muhammad: “Dan katakanlah kepada mereka , wahai Muhammad, dan Tuhan lebih mengetahui orang-orang yang berbuat Dhalim, dan Dialah yang menidurkan kau semua dimalam hari kemudian mencabutnya{untuk sementara} dari jasad-jasadmu. Dan Tuhan juga mengetahui apa yang kau lakukan pada siang hari”.

Sehubungan pernyataan diatas, terdapat beberapa hadits, diantaranya:
حدثني محمد بن الحسين قال، حدثنا أحمد بن المفضل قال: حدثنا أسباط، عن السدي:"وهو الذي يتوفاكم بالليل ويعلم ما جرحتم بالنهار"، أما"يتوفاكم بالليل" ففي النوم = وأما"يعلم ما جرحتم بالنهار"، فيقول: ما اكتسبتم من الإثم.
Dari Muhammad bin Hasan, dari Ahmad bin Al-Mufaddhol, dari Asbath, dari As-Suddiyyi berkata: bahwa yang dimaksud „menidurkan kau dimalam hari“ yaitu tidur dimalam hari. Sedangkan „Allah mengetahui apa yang kau lakukan oada siang hari“ yaitu dosa-dosa yang telah kau lakukan.

Dan hadits:

حدثنا بشر بن معاذ قال، حدثنا يزيد بن زريع قال، حدثنا سعيد، عن قتادة قوله :"وهو الذي يتوفاكم بالليل"، يعني بذلك نومهم ="ويعلم ما جرحتم بالنهار" ، أي: ما عملتم من ذنب فهو يعلمه، لا يخفى عليه شيء من ذلك.
Dari Bisyr bin Mu’adz, dari Yazid bin Zuray’, dari Sa’id, dari Qatadah: bahwa ayat yang artinya”Dan Dialah yang menidurkanmu pada malam hari” yaitu tidur. “dan Tuhan juga mengetahui apa yang kau lakukan pada siang hari” yaitu dosa-dosa yang telah kau lakukan maka Tuhan pasti mengetahuinya, tidak ada sesuatu pun yang samar bagi-Nya.


2. mengangkat ke langit (القبض اليه في السماء)
SURAT AL-MAIDAH AYAT 117

مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ.

Artinya: “ Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (yaitu), “sembahlah Allah, Tuhan-ku dan Tuhan-mu,” dan saya menjadi saksi terhadap mereka, selama ku berada ditengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Enkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau-lah yang Maha menyaksikan atas segala sesuatu”.

Dalam tafsir At-Thabari:
Imam Abu Ja’far berkata: Ayat diatas yaitu bentuk pengkhabaran Tuhan perihal ucapan Nabi Isa (ketika menjawab pertanyaan Tuhan “ wahai Isa, engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah saya dan ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah”, pada ayat sebelumnya) bahwa ia ahnya melaksanakan apa yang diperintahkan Tuhan saja untuk memberikan pada umatnya.
Ayat diatas menunjukkan bahwa Tuhan berfirman menyerupai itu kepada Nabi Isa tidak l;ain hanya untuk memperlihatkan keadaan kaumnya (Nabi Isa) setelah ia diangkat oleh Tuhan ke langit.


SURAT ALI IMRAN:55

إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Artinya: “Ingatlah, ketika Tuhan berfirman, “Wahai Isa! Aku mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku, serta menyucikanmu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu diatas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian kepada-Ku engkau kembali, lalu Aku beri keputusan perihal apa yang kau perselisihkan”.

            Menurut Imam Abu Ja’far menyebutkan bahwa pada waktu kaum Nabi Isa mengepung rumah beliau, pada dikala itulah Tuhan SWT berfirman kepada Nabi Isa “sesungguhnya Aku(Allah) mengambilmu dan mengangkatmu kepadaKu” maka Tuhan mengambilnya dan mengangkatnya ke langit. ‘Ulama’ hebat ta’wil berbeda pendapat mengenai arti lafadz        "الوفاة" dalam ayat ini, sebagian dari mereka berpendapat bahwa yang dimaksud wafat disini yaitu "وفاة نَوْم" (dalam keadaan tidur). Kaprikornus menurut mereka (sebagian hebat ta’wil) arti ayat tersebut yaitu “sesungguhnya AKU(Allah) menidurkanmu dan mengangkatmu ke langit”.

Hal ini berdasarkan hadits riwayat Al-Mutsanna, dari Ishaq, dari Abdullah bin Abi Ja’far, dari ayahnya, dari Rabi’,bahwa arti ayat "إني متوفيك" yaitu menidurkan dan Tuhan mengangkat Nabi Isa ketika ia sudah tidur. Imam Hasan berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda kepada seorang yahudi “sesungguhnya Nabi Isa tidak mati, karena dia (Isa) akan kembali kepadamu sebelum hari kiamat”
            Sedangkan menurut sebagian yang lain (dari hebat ta’wil) berpendapat bahwa arti ayat "الوفاة" yaitu " "القبض yaitu mengambil. Mereka mengartikan arti ayat tersebut yaitu “sesumgguhnya AKU mengambilmu …………………….
           

3. Mencabut nyawa (قبض الارواح بالموت)
            Terdapat dalam empat surat:
_SURAT GHAFIR: 77

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَإِمَّا نُرِيَنَّكَ بَعْضَ الَّذِي نَعِدُهُمْ أَوْ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ
Artinya: “Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sesungguhnya kesepakatan Tuhan itu benar. Meskipun kami perlihatkan kepadamu sebagian siksa yang kami ancamkan kepada mereka, ataupun kami wafatkan engkau (sebelum maut menimpa mereka), namun kepada Kami-lah mereka dikembalikan”.

            Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad biar bersabar atas segala perbuatan yang dilakukan oleh orang musyrik terhadap agama islam (mendustakan apa yang telah dibawa oleh Nabi), karena Tuhan telah mempersiapkan jawaban bagi mereka menyerupai ketika Tuhan benar-benar menepati janji-Nya terhadap kaumnya Nabi Musa yaitu dengan menunjukkan adzab yang pedih dan setimpal dengan perbuatan mereka. Yaitu Tuhan akan tetap menunjukkan jawaban kepada mereka walaupun Nabi sudah wafat dan Tuhan akan menghukumi mereka dengan cara yang benar(kekal dineraka bagi mereka yang kafir dan kekal disurga bagi mereka yang beriman kepada Tuhan dan Rasul-Nya).

SURAT AL-SAJDAH: 11

قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
Artinya: “Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk(mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kau akan dikembalikan”.

Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad biar mengingatkan kaumnya yang musyrik kepada Tuhan bahwa mereka akan dicabut nyawanya oleh malaikat maut bersama para penolongnya(para malaikat), yaitu dengan mencabut nyawa mereka(orang musyrik). ayat ini yaitu sebagai peringatan kepada orang musyrik biar cepat-cepat beriman kepada Tuhan karena mereka akan dan pasti dikembalikan disisi-Nya.
Dalam satu hadits dari Bisyr, dari Yazid, dari Sa’id, dari Qatadah, dijelaskan bahwa malaikat yang diperintahkan untuk mencabut nyawa itu memiliki beberapa penolong dari malaikat lain dalam menjalankan tugasnya. Hadits ini menafsiri ayat yyang berbunyi:
(قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ المَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ)

SURAT AN-NAHL: 32

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “(yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), “Salamun ‘alaikum, masuklah kedalam surga karena apa yang telah kau kerjakan”.

Ayat ini menjelaskan perihal jawaban bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah, yaitu ketika malaikat maut mencabut nyawa mereka dalam keadaan baik, maksudnya suci dari kekafiran dan kedhaliman, baik karena bersihnya iman pada diri mereka, atau karena ketika nyawa mereka akan dicabut, malaikat terlebih dahulu memberi kabar baik bahwa mereka akan dimasukkan kedalam surga.
Sebagaimana hadits riwayat dari imam Yunus bin ‘Abdil A’la, dari Ibnu Wahab, Abu Shakhr, dari Muhammad bin Ka’ab al-Quradhiy menjelaskan bahwa ketika nyawa seorang mukmin itu akan dicabut, maka malaikat maut terlebih dahulu mengucapkan salam kepadanya dan menunjukkan kabar bangga sehingga dia mati dalam keadaan baik/senang. Hal ini menunjukkan betapa murahnya Tuhan menunjukkan kenikmatan yang tak terkira bagi hamba-hamba-Nya yang mau beriman kepadaNya. 


SURAT AN-NAHL: 28

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ فَأَلْقَوُا السَّلَمَ مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِنْ سُوءٍ بَلَى إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “(yaitu) orang yang dicabut nyawanya oleh para malaikat dalam keadaan (berbuat) dzalim kepada diri sendiri, lalu mereka menyerahkan diri (sambil berkata), “kami tidak pernah mengerjakan sesuatau kejahatan pun.” (malaikat menjawab), “pernah! Sesungguhnya Tuhan Maha Mengetahui apa yang telah kau kerjakan.”
 Ayat ini menyifati orang-orang kafir yang ketika nyawa mereka dicabut, mereka masih dalam keadaan kafir dan dhalim.

Dalam Tafsir ar-Razi
Ucapan orang kafir disini “kami tidak pernah mengerjakan sesuatu kejahatan  pun” terdapat dua pendapat:
Pendapat 1: mereka(orang kafir) mengucapkannya ketika sudah mendekati kematiannya, yaitu mereka tidak mau mengakui kalau pernah berbuat kejahatan(syirik).
Pendapat 2: mereka mengucapkan hal tersebut dihari kiamat ketika mereka menyerahkan diri dan akan dihisab. Orang-orang kafir berkata menyerupai itu (berbohong pada diri sendiri) semata-mata karena ingin menyelamatkan dirir dari siksaan Allah.

            Dan terdapat pula dalam surat az-zumar: 42 bahwa lafadz “Yatawaffa” berarti “wafat” dan “imsak” berarti “menahan”:

ا اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ   
Artinya: “Allah mewafatkan jiwa pada dikala kematiannya, dan jiwa orang yang belum mati dalam tidurnya, maka Tuhan yumsik (menahan) jiwa yang ditetapkan baginya kematian, dan melepaskan yang lain (orang yang tidur) hingga pada batas waktu tertentu,  Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Tuhan bagi kaum
yang berfikir”.

Ar-Raghib[1][1] menjadikan istilah-istilah tersebut sebagai sal;ah satu isyarat betapa al-Qur’an menilai al-Qur’an sebagai jalan menuju perpindahan kesebuah tempat, dan keadaan yang lebih mulia dan baik dibanding dengan kehidupan dunia. Bukankah kematian yaitu wafat yang berarti kesempurnaan serta imsak yang berarti menahan (Di sisi-Nya)?
            Memang, al-Qur’an juga menyifati kematian sebagai petaka malapetaka, tetapi agaknya istilah ini lebih ditujukan kepada insan yang durhaka, atau terhadap mereka yang ditinggal mati. Dalam arti bahwa kematian dapat merupakan petaka bagi mereka yang ditinggalkan sekaligus bagi mereka yang mati tanpa membawa bekal apapun menuju akhirat/kehidupan yang kekal.  
Dalam tafsir al-Khazin
            Allah memegang jiwa seseorang ketika matinya(ajalnya) dan tidurnya(jiwa yang berafiliasi dengan akal). Setiap insan itu memiliki 2 jiwa yaitu:
jiwa yang menunjukkan kehidupan dan akan berpisah dengannya ketika datang kematian, dan jikalau jiwa tersebut hilang maka hilang juga suatu kehidupan.
jiwa yang menjadikan seseorang berfikir dan memiliki kecerdasan dan kepintaran, dan akan berpisah dengannya (jiwa tersebut) ketika tidur da jikalau jiwa tersebut hilang maka akan menunjukkan kehidupan bagi seseorang.

Sebagaimana disebutkan dalam at-Tabari:
حدثنا ابن حميد، قال: ثنا يعقوب، عن جعفر، عن سعيد بن جُبَير، في قوله:( اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا ) ... الآية. قال: يجمع بين أرواح الأحياء، وأرواح الأموات، فيتعارف منها ما شاء الله أن يتعارف، فيمسك التي قضى عليها الموت، ويُرسل الأخرى إلى أجسادها.

            Suatu qaul dalam tafsir at-tabari berkata bahwa Tuhan mengumpulkan arwah orang hidup dan arwah orang mati, maka Dia menentukan orang yang Dia kehendaki. Sehingga ditahanlah roh orang (yang Dia kehendaki) mati dan dilepaskanlah roh orang (yang Dia kehendaki) hidup.

وروي عن ابن عباس أن في ابن آدم نفساً وروحاً بينهما مثل شعاع الشمس فالنفس هي التي بها العقل والتمييز والورح هي التي بها النفس والتحرك فيتوفيان عند الموت وتتوفى النفس وحدها عند النوم ، وهو قول بالفرق بين النفس والروح

Dari riwayat ibnu Abbas dalam tafsir al-Alusi disebutkan bahwa dalam diri insan terdapat ar-ruh dan an-nafs yang perbedaannya bagaikan sinar matahari. An-nafsu ialah yang di dalamnya kebijaksanaan dan tamyiz, sedangkan ar-ruh meliputi jiwa dan indera (at-tabarruk). Maka, ketika mati jiwa dan indera dimatikan (dilepaskan dari manusia) secara  bersamaan, sedangkan waktu tidur yang dilepaskan hanyalah jiwanya saja. Hal ini dapat terlihat ketika tidur insan masih bernafas dan bergerak namun tidak sadar karena jiwanya terlepas.


DAFTAR PUSTAKA

CD Maktabah Syamilah
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan
Thalib, Muhammad. Kamus kosa kata al-Quran





Senin, 10 Desember 2012
Isa Almasih Telah Wafat
Kepercayaan perihal masih hidupnya Nabi Isa as di langit,
merupakan salah satu ancaman besar bagi agama Islam.

Kaum Muslimin yang percaya bahwa Nabi Isa as masih hidup di
langit dengan jasad kasarnya dengan tidak sadar mereka
telah mendukung dan membantu kelangsungan hidup agama
Katolik serta lebih memuliakan Nabi Isa as dari pada Nabi
Besar Muhammad s a.w. sendiri.

Kaum Muslimin yang beranggapan bahwa Nabi Isa as masih hidup
di langit dengan tubuh kasarnya, mereka telah masuk kedalam
golongan orang-orang yang syirk. Tentang syirk Tuhan swt
berfirman: "Innasy syirka lazulmun azim." Sesungguhnya syirk
itu zulman yang besar.

Sehubungan dengan dilema wafatnya Nabi Isa as ini, bahwa
maju dan hidupnya agama Islam banyak bergantung kepada
wafatnya Nabi Isa as

Dalil Pertama

Tuhan swt berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 117:
مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلاَّ مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنتُ عَلَيْهِمْ شَهِيداً مَّا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنتَ أَنتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Artinya: ".. dan saya sementara menjadi penjaga atas mereka
selama saya di antara mereka, akan tetapi setelah Engkau
mewafatkan aku, maka Engkaulah yang menjadi Pengawas
mereka dan Engkaulah Saksi atas segala sesuatu."


Keterangan: Dalam ayat ini Nabi Isa as menjawab kepada Allah
swt. bahwa ia selalu berusaha biar pengikut-pengikutnya
jangan hingga menyembah tuhan lain kecuali Tuhan swt.
Seterusnya - dengan terperinci - ia bersabda: "Tetapi setelah
Engkau mewafatkan aku, saya tidak tahu apa-apa yang mereka
kerjakan."

Perkataan tawaffa dalam ayat itu artinya mati (kematian)
sebagaimana kita baca dalam surah Ali Imran ayat 193:
Artinya: ".. dan wafatkanlah kami dalam golongan orang-orang
yang saleh."



Dalil Kedua

Tuhan swt berfirman dalam surah Ali Imran ayat 55:

Artinya: Ingatlah ketika Tuhan berfirman "Hai Isa,
sesungguhnya Aku akan mematikan engkau secara biasa dan akan
meninggikan derajat engkau disisi-Ku dan akan membersihkan
engkau dari tuduhan orang-orang yang ingkar dan akan
menjadikan orang-orang yang mengikut engkau diatas
orang-orang yang ingkar hingga Hari Kiamat."


Keterangan: Di dalam Hadits Bukhari di bawah ayat itu
Ditulis didapati keterangan, bahwa Hadrat Ibnu Abbas r.a.
berkata: mutawafika artinya mematikan kamu.

Dan perihal arti kata: (rofiuka) di dalam Hadits
Kanzuh Ummal jilid II hal. 53 terdapat keterangan sebagai
berikut:

Artinya: Apabila seorang abdi merendahkan hatinya, Allah
meninggikan derajatnya hingga langit ketujuh.

Dalil Ketiga

Artinya: Al Masih ibnu Maryam tidak lain melainkan
seorang Rasul, sesungguhnya telah berlalu Rasul-Rasul
sebelumnya. Dan ibunya yaitu seorang yang amat benar.
Mereka kedua-duanya biasa makan makanan.


Dalam surah Al-Anbiya ayat 8 Tuhan swt berfirman lagi:

Artinya: "Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang
tiada memakan makanan dan tidak (pula) mereka itu
orang-orang yang kekal."


Keterangan: Nabi Isa as pun tidak terkecuali waktu beliau
hidup di dunia ini harus makan Tetapi sekarang ia tidak
makan, artinya sudah wafat.

Dalil Keempat

Tuhan swt berfirman dalam surah Ali Imran ayat 144.

Artinya: "Dan Muhammad tiada lain melainkan seorang
Rasul, sesungguhnya telah berlalu Rasul-Rasul sebelumnya."


Keterangan: Di dalam ayat lain dalam Alquran Karim Tuhan swt
berfirman: (Surah Al Baqarah ayat 141).

Artinya: "Itulah suatu ummat yang telah berlalu sesudah
habis masanya."


Dalam kamus bahasa Arab "Lisanul Arab," terdapat tulisan
(keterangan) yang bunyinya:

Artinya: Ia berlalu, apabila sudah mati.

Maksud ayat itu terperinci sekali, bahwa semua Rasul yang datang
sebelum Muhammad saw semuanya sudah wafat.

Dalil Kelima

Tuhan swt herfirman dalam surah Al A'raaf ayat 25:

Artinya: "Di situlah kau akan hidup dan di situlah kamu
akan mati dan dari padanyalah kau dikeluarkan. "


Keterangan: Kaprikornus menurut hukum (peraturan) Tuhan swt
sebagaimana tersebut dalam ayat di atas, insan hidup dan
mati di atas dunia inilah. Manusia tidak bisa hidup di luar
bumi ini tanpa hawa (udara) dari bumi. Sebab itu Nabi Isa as
pun sudah wafat.

Dalil Keenam

Tuhan swt berfirman dalam surah Maryam ayat 31:

Artinya: "Dan Dia menjadikan saya (Isa as) seorang yang
diberkati dimana saja saya berada dan Dia memerintahkan
kepadaku (mendirikan) sholat dan menunaikan zakat selama aku
hidup. "


Keterangan: Tuhan swt memerintahkan kepada Nabi Isa as agar
selama ia (Nabi Isa as) hidup harus mendirikan sholat
dan membayar zakat. Tetapi pada cukup umur ini ia tidak
membayar zakat lagi, artinya ia sudah wafat.

Dalil Ketujuh

Tuhan swt berfirman dalam surah Anbiya ayat 34:

Artinya: "Kami tidak menjadikan hidup kekal bagi seorang
manusiapun sebelum kamu. Maka karena itu apakah jikalau kamu
mati mereka akan kekal."


Keterangan: Menurut ayat ini, apabila Nabi Muhammad saw
wafat, tidak mungkin bagi orang-orang lain, walaupun Nabi
Isa as dapat hidup untuk selama-lamanya.

Dalil Kedelapan

Di dalam kitab Hadits Kanzul Ummal jilid IV hal. 160,
Hadhrat Fatimah r.a. menerangkan bahwa Rasuluhlah saw
bersabda:

“Sesungguhnya Isa ibnu Maryam usianya seratus dua
puluh tahun”.


Dalil Kesembilan

Rasulullahh saw bersabda (lihat Tafsir Ibnu Katsir jilid II
hal. 100):

”Jika Musa as dan Isa as hidup, mereka harus ikut
aku.”


Soal: Banyak orang yang salah menafsirkan surah An-Nisa ayat
157-158. Menurut mereka, Nabi Isa as tidak disalib, tetapi
diangkat oleh Tuhan swt ke langit. Yang disalib itu adalah
orang lain. (Oleh Tuhan swt diganti dengan orang lain yang
diserupakan dengan Nabi Isa as). Ayatnya berbunyi:

Artinya: “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula
mematikannya di atas salib akan tetapi ia disamarkan kepada
mereka menyerupai yang mati di atas salib. Malahan Tuhan swt
telah meninggikan derajatnya kepada-Nya”.


Jawab & Keterangan: perkataan sholabuhu dalam ayat tersebut,
bukan berarti bahwa orang-orang Yahudi tidak menaruh Nabi
Isa as di atas salib, tetapi yang sebetulnya - mereka tidak
menyalibkannya hingga mati.

Didalam kamus Al Munjid kita baca:

Artinya: "Ia menyalib tulang-tulang artinya mengeluarkan
sumsumnya."
Sedangkan Nabi Isa as tidak dipatahkan
tulang-tulangnya.

Adapun maksud perkataan syubha bukan berarti bahwa Nabi Isa
as disamarkan (diganti) dengan orang lain, tetapi beliau
disamarkan seakan-akan telah mati di atas kayu salib. Yang menajdi pokok pembicaraan yaitu nabi Isa [bukan orang lain], jadi mestinya Nabi Isa yang disamarkan [seperti mati], bukan orang lain yang disamarkan menyerupai Nabi Isa.

Tentang perkataan anjalna sudah dijelaskan dalam dalil kedua.

Soal: Banyak orang yang berkata, bahwa menurut Hadits
Bukhari:

Nabi Isa as akan turun dari langit.

Jawab pertama: Di dalam hadits tersebut tidak terdapat
perkataan langit.

Jawab kedua: Perkataan anjalna artinya bukan turun dari
langit. Contohnya yang lain kita baca dalam surah Al-Hadid
ayat 25:

Artinya: "Dan Kami turunkan besi."

Semua insan tahu dari mana datangnya besi.

Jawab ketiga: Maksud perkataan "Isa Ibnu Maryam," tidak
berarti bahwa Isa Ibnu Maryam yang dulu yang akan datang
(sebab Isa Ibnu Maryam sudah wafat), tetapi yang akan datang
itu orang lain yang sifat-sifatnya menyerupai Nabi Isa as,
sebagaimana Nabi Yahya as datang dalam sifat-sifat Nabi
Ilyasa as (Matheus Bab 17 ayat 12-13).

Semoga Tuhan swt memberi taufik dan hidayat kepada semua
kaum Muslimin biar mereka mengerti dan meyakini tentang
wafatnya Nabi Isa as sebagaimana dijelaskan oleh dalil-dalil
tersebut di atas, alasannya keyakinan atau kepercayaan tentang
wafatnya Nabi Isa as itu mengandung arti sukses dan
kehormatan bagi agama Islam dan Rasulullah saw.

-----------------------------------------------------------------

PANDANGAN BERBEDA ALIM ULAMA DALAM MEMAHAMI KEWAFATAN ISA ALMASIH

Wa’alaikum salam wr. wb. 

Alhamdulillah sehat, terima kasih. Pertanyaan sangat bagus sekali. Dalam keyakinan agama Islam, sebagaimana sama-sama kita ketahui, para ulama sepakat bahwa Nabi Isa as tidak meninggal dibunuh atau disalib, sebagaimana firman Tuhan yang akan saya jelaskan di bawah nanti. 

Apakah Nabi Isa as telah meninggal dunia? Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Jumhur ulama berpendapat bahwa Nabi Isa as belum meninggal dunia, ia diangkat oleh Tuhan ke langit, dan nanti ketika menjelang Kiamat tiba, Tuhan akan menurunkannya kembali untuk melawan dan membunuh Dajjal. Hal ini berdasarkan banyak hadits yang menjelaskan hal itu, yang menurut para ulama, haditsnya mencapai mutawatir. 

Sedangkan menurut sebagian kecil ulama lainnya, Nabi Isa as telah meninggal dunia. Namun, ia meninggal bukan karena dibunuh atau disalib, tetapi diwafatkan oleh Tuhan menyerupai yang lain. Penjelasannya, akan saya coba kupas di bawah nanti.

Kini, mari kita lihat ayat yang dimaksudkan oleh saudara kita, Bapak Pendeta tadi. Ayat tersebut ada dalam surat Ali Imran (surat ketiga), ayat 55. Bunyinya  adalah sebagai berikut: 

إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا

Dalam ayat di atas, Tuhan menggunakan kata mutawaffîka, yang diambil dari kata wafat yang salah satu artinya yaitu mati. Departemen Agama RI menerjemahkannya sebagai berikut: 

“Ingatlah ketika Tuhan berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan memberikan kau kepada final ajalmu dan mengangkat kau kepada-Ku serta membersihkan kau dari orang-orang yang kafir".

Lalu apa yang dimaksud dengan kata: ‘mutawaffîka’ dalam ayat di atas? Apakah betul berarti meninggal dunia?

Imam ath-Thabari, al-Qurthubi dan Ibnu Katsir, menukil banyak pendapat para ulama seputar maksud kata dimaksud. Secara umum, penulis dapat mengelompokkannya sebagai berikut: 

Pendapat pertama, mengatakan bahwa arti dari kata ‘wafat’ dalam ayat di atas yaitu tidur (an-naum). Maksud ayat di atas menurut pendapat ini: “Sesungguhnya Aku menidurkanmu dan mengangkatmu ke langit ketika kau tidur”. Jadi, pendapat pertama mengatakan, bahwa Nabi Isa as tidak meninggal dunia, hanya ditidurkan oleh Allah, lalu diangkat ke langit ketika ia tidur. 

Pendapat ini berhujjah, di antaranya,  karena kata ‘wafat’ dalam al-Qur’an juga digunakan untuk maksud tidur (an-naum), misalnya menyerupai dalam firman Tuhan di bawah ini: 

وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَار [الأنعام [6]: 60]

Artinya: “Dan Dia lah yang menidurkan kau di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kau kerjakan di siang hari” (QS. Al-An’am [6]: 60).

Dalam ayat di atas, Tuhan menggunakan kata ‘wafat’ dan yang dimaksudkan yaitu tidur, bukan wafat meninggal dunia. 

Dalam ayat lain pun demikian, misalnya dalam surat az-Zumar ayat 42 di bawah ini: 

اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا

Artinya: “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya” (QS. Az-Zumar [39]: 42). 

Dalam ayat di atas, Tuhan juga menggunakan kata ‘wafat’ untuk maksud meninggal dunia dan tidur. 

Lebih terperinci lagi, apabila kita melihat doa yang diajarkan Rasulullah saw ketika bangun dari tidur di bawah ini: 

الْحَمْدُ لله الَّذِي أحْيَانَا بَعْدَمَا أمَاتَنَا وإلَيْهِ النُّشُورُ

Artinya: “Segala puji bagi Tuhan yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami (maksudnya tidur), dan hanya kepadaNya lah akan dibangkitkan”. 

Dari pemaparan di atas, terperinci bahwa kata ‘wafat’ dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti, di antaranya berarti tidur (an-naum). 

Lalu pertanyaannya, mengapa kata ‘wafat’ dalam ayat 55 surat Ali Imran tersebut, diartikan dengan tidur, bukan dengan meninggal dunia? 

Hal ini karena dalam ayat lain, Tuhan menegaskan secara jelas, bahwa Nabi Isa as itu tidak meninggal dunia, tidak dibunuh, juga tidak disalib. Perhatikan ayat-ayat dimaksud: 

وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا * وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا * بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

Artinya: “Artinya: “Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina). Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham perihal (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan perihal yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan perihal siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu yaitu Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Tuhan telah mengangkat Isa kepada-Nya, dan yaitu Tuhan Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. An-Nisa [4]: 156-158).

Dalam ayat di atas, Tuhan secara tegas mengatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak membunuh Nabi Isa as dan tidak pula menyalibnya, tapi yang mereka bunuh dan salib itu yaitu orang yang diserupakan dengan Nabi Isa as. Tuhan mengangkat Nabi Isa ke langit, untuk diturunkan lagi kelak ketika kiamat sudah dekat, untuk membunuh Dajjal yang sudah diturunkan sebelumnya, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadits shahih yang mencapai mutawatir.

Bahkan, dalam ayat ke 159 nya Tuhan lebih tegas lagi mengatakan: 

وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا

Artinya: “Tidak ada seorangpun dari hebat kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya” (QS. An-Nisa [4]: 159).

Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat di atas mengatakan, bahwa dhamir dari kata ‘mautih’ (sebelum kematiannya), kembali kepada Nabi Isa as. Kaprikornus maksud ayat di atas, lanjutnya: “Tidak ada satupun ahlul kitab kecuali akan beriman kepada Nabi Isa as, sebelum Nabi Isa as meninggal nanti. Yaitu, ketika Tuhan menurunkannya ke muka bumi sebelum kiamat tiba. Pada dikala itu, seluruh ahlul kitab akan mengimaninya, karena ia akan menetapkan tebusan, dan ia tidak mendapatkan kecuali agama Islam” (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, Manshurah: Maktabah al-Îmân, 1996, 2/28). 

Di kawasan lain Ibnu Katsir juga mengatakan: “Sebelum kematiannya’, maksudnya yaitu sebelum kematian Nabi Isa as. Ini menunjukkan bahwa seluruh ahlul kitab akan  membenarkannya ketika diturunkan untuk membunuh Dajjal, sehingga seluruh agama menjadi satu, yaitu hanya agama Islam, agamanya Nabi Ibrahims as” (Ibid., 2/ 281). 

Pendapat pertama ini, menurut Ibnu Katsir yaitu pendapat jumhur mufassirin, kebanyakan para ulama (Ibid., 2/28).

Pendapat kedua mengatakan, bahwa kata ‘wafat’ dalam ayat di atas maksudnya yaitu menggenggam (al-qabdh) dalam keadaan hidup dan mengangkat, bukan dalam pengertian meninggal dunia. Hal ini karena kata ‘wafat’ dalam bahasa Arab juga dipergunakan untuk makna menggenggam (al-qabdh) dalam keadaan hidup. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam bahasa Arab: 

توفيت مالي من فلان أي قبضته

Artinya: “Aku mewafatkan hartaku dari si fulan, maksudnya yaitu saya menggenggamnya”. 

Jadi maksud ayat di atas, menurut pendapat kedua, sebagaimana disampaikan Imam ath-Thabari, adalah: “ Aku menggenggammu dari bumi dalam keadaan hidup untuk di bawa ke sisiKu. Dan Aku membawamu ke sisiKu tanpa dimatikan terlebih dahulu. Aku juga mengangkatmu dari orang-orang musyrik, dan orang-orang yang mengingkarimu” (Jâmi’ul Bayân fî Ta’wîlil Qur’ân, Kairo: Maktabah Taufiqiyyah, T.th, 3/314). 

Pendapat ini yaitu pendapatnya Hasan al-Bashri, Abu Ja’far, Ibnu Juraij, juga pendapat para ulama lainnya, termasuk Imam ath-Thabari (Ibid., 3/316) dan Imam al-Qurthubi. Imam al-Qurthubi juga mengatakan bahwa pendapat ini yaitu pendapat shahih nya Ibnu Abbas juga ad-Dhahak (Al-Jâmi’ Li Ahkâmil Qur’ân, Kairo: Maktabah Taufiqiyyah, T.th., 4/90). 

Pendapat ini juga berdalil karena dalam banyak hadits yang derajatnya hingga mutawatir Rasulullah saw menegaskan bahwa Nabi Isa as kelak di kiamat akan diturunkan ke bumi untuk membunuh Dajjal. Ia akan tinggal di bumi beberapa lamanya, yang diperdebatkan oleh para ulama berkaitan lama tinggalnya tersebut, kemudian Nabi Isa setelah itu meninggal dunia, dan dishalatkan oleh orang-orang muslim, juga dikuburkannnya (Tafsîr ath-Thabari, 3/315). 

Pendapat ketiga mengatakan, bahwa kata ‘wafat’ dalam ayat di atas yaitu wafat dalam pengertian meninggal dunia. Pendapat ini dinisbahkan kepada pendapatnya Ibnu Abbas.(Tafsîr Ibn Katsir, 2/28). 

Menurut pendapat ini, Tuhan mematikan Nabi Isa beberapa saat, yaitu selama tiga jam pada siang hari sebagaimana menurut Wahab bin Munabbih sebagaimana dikutip Imam al-Qurthubi, lalu Tuhan menghidupkannya kembali dan mengangkatnya ke langit. (Tafsîr al-Qurthubî, 4/89).

Hanya saja, pendapat ini, menurut Imam al-Qurthubi yaitu pendapat yang jauh dari kebenaran (Ibid.). Bahkan, Syaikh Muhammad al-Amîn asy-Syanqithî dalam tafsirnya mengatakan pendapat ini termasuk isu israiliyyat, di mana Rasulullah saw melarang membenarkannya atau mendustakannya (Mulhaq Adhwâil Bayân Fî Îdhâh al-Qurân Bil Qur’ân, Kairo: Dârul Hadîts, 2006, 10/31). 

Pendapat ini juga dibantah oleh Abu Ja’far, sebagaimana dinukil Ath-Thabari dalam tafsirnya (3/316), bahwa kalau Tuhan betul-betul mematikannya, maka tidak mungkin makhluk yang sudah dimatikan, akan dimatikan yang kedua kalinya. Karena dengan demikian, akan berkumpul dua kematian, sementara Tuhan menegaskan bahwa insan itu diciptakan, kemudian dimatikan, kemudian dihidupkan kembali, sebagaimana dalam firmanNya di bawah ini:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ

Artinya: “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)” (QS. Ar-Rûm [30]: 40). 

Pendapat keempat mengatakan, bahwa ayat dimaksud yaitu termasuk dari adegan disebutkan pertama tapi artinya diakhirkan, dan disebutkan terakhir, tapi artinya didahulukan (minal muqaddam alladzî ma’nâhu at-ta’khîr, wal mu’akhkhar alladzî ma’nâhu at-taqdîm) (Tafsîr ath-Thabari, 3/315).

Menurut pendapat ini, kata râfi’uka dan muthahhiruka didahulukan secara artinya, gres kemudian mutawaffîka, sekalipun dari susunan yang tertulis,mutawaffîka lebih dahulu gres râfi’uka dan muthahhiruka.

Jadi maksud ayat di atas adalah: “Ketika Tuhan berkata: ‘Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mengangkatmu ke sisiKu, juga akan mensucikanmu dari orang-orang kafir, dan saya akan mematikanmu setelah Aku menurunkanmu ke bumi”. (Tafsîr ath-Thabari, 3/315).

Dan hal ini sesuatu yang biasa dalam bahasa Arab. Bahkan, dalam al-Qur’an pun terdapat menyerupai ini, yaitu menyerupai dalam ayat berikut: 

وَلَوْ لا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَكانَ لِزاماً وَأَجَلٌ مُسَمًّى

Artinya: “Dan sekiranya tidak ada suatu ketetapan dari Tuhan yang  telah terdahulu atau tidak ada maut yang telah ditentukan, pasti (azab itu) menimpa mereka” (QS. Thaha [20]: 129). 

Dalam ayat di atas, kata ‘lizâman’ disebutkan lebih dahulu dari pada kata ‘wa ajalum musammâ’. Namun maksud juga artinya, ‘wa ajalum musammâ’ lebih didahulukan dari pada kata ‘lizâma’, karena ia athaf (mengikuti) kepada kata sebelumnya yaitu kata ‘kalimatun’. Karena itu, dalam mengartikannya pun ia lebih didahulukan dari kata ‘lizâman’, sebagaimana nampak dalam arti di atas. 

Pendapat kelima mengatakan, bahwa kata ‘mutawaffîka’ dalam ayat di atas yaitu betul-betul meninggal dunia. Menurut pendapat ini, Nabi Isa as sudah meninggal dunia, namun meninggalnya bukan karena dibunuh atau disalib, tapi wafat biasa. Dan nanti, di final zaman, ia akan dihidupkan kembali oleh Tuhan untuk diturunkan ke dunia. 

 Pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Isa as telah wafat di antaranya yaitu Imam az-Zamakhsyary. Dalam tafsirnya al-Kasysyâf  ‘an Haqâiq at-Tanzîl Wa ‘Uyûn al-Aqâwîl Fî Wujûh at-Ta’wîl (Kairo: Maktabah Mishr, T.th., 1/323) ia mengatakan: 

{ إِنّي مُتَوَفّيكَ } أي مستوفي أجلك. معناه: إني عاصمك من أن يقتلك الكفار؛ ومؤخرك إلى أجل كتبته لك.ومميتك حتف أنفك لا قتيلاً بأيدهم، { وَرَافِعُكَ إِلَىَّ } إلى سمائي ومقرّ ملائكتي

Artinya: “Sesungguhnya Aku mewafatkanmu’, maksudnya yaitu mewafatkan usiamu. Maknanya: Sesungguhnya Aku menjaga dan melindungimu dari upaya pembunuhan orang-orang kafir, dan menangguhkan usiamu, hingga waktu yang telah Aku tetapkan kepadamu. Dan Aku mewafatkanmu dengan kematian menyerupai biasa, bukan karena dibunuh oleh tangan-tangan mereka. ‘Dan Aku mengangkatmu ke sisiKu’ maksudnya ke langitKu dan ke kawasan para malaikatku”. 

Pendapat ini kemudian ditentang oleh Imam al-Buqâ’i dalam tafsirnya, ketika menafsirkan ayat di atas, mengatakan: 

وأما قول الزمخشري : .... فلا ينبغي الاغترار به لأنه مبني على مذهب الاعتزال من أن القاتل قطع أجل المقتول المكتوب

Artinya: “Adapun perkataan az-Zamakhsyari….(di atas), jangan hingga tertipu dengannya, karena pendapatnya itu bersandar kepada pemahaman Madzhab Mu’tazilah bahwa pembunuh dapat memutuskan maut terbunuh yang sudah ditetapkan”. 

Hanya saja, hemat penulis, bantahan Imam al-Buqa’i, ini terlalu berlebihan. Karena yang berpendapat bahwa Nabi Isa as meninggal pun, juga dikutip oleh Imam ar-Razi dalam tafsirnya, at-Tafsîr al-Kabîratau Mafâtîh al-Ghaib(Kairo: Maktabah Taufiqiyyah, T.th., 8/64) menyerupai di bawah ini:

واختلف أهل التأويل في هاتين الآيتين على طريقين أحدهما: إجراء الآية على ظاهرها من غير تقديم، ولا تأخير فيها، والثاني : فرض التقديم والتأخير فيها. 
أما الطريق الأول فبيانه من وجوه: 
الأول: معنى قوله {إِنّي مُتَوَفّيكَ} أي متمم عمرك، فحينئذ أتوفاك، فلا أتركهم حتى يقتلوك، بل أنا رافعك إلى سمائي، ومقربك بملائكتي، وأصونك عن أن يتمكنوا من قتلك وهذا تأويل حسن 
والثاني : {مُتَوَفّيكَ} أي مميتك، وهو مروي عن ابن عباس، ومحمد بن إسحاق قالوا: والمقصود أن لا يصل أعداؤه من اليهود إلى قتله، ثم إنه بعد ذلك أكرمه بأن رفعه إلى السماء، 
ثم اختلفوا على ثلاثة أوجه أحدها : قال وهب : توفي ثلاث ساعات، ثم رفع، وثانيها: قال محمد بن إسحاق:توفي سبع ساعات، ثم أحياه الله ورفعه، الثالث: قال الربيع بن أنس: أنه تعالى توفاه حين رفعه إلى السماء. 

Artinya: “Para hebat tafsir berbeda pendapat perihal dua ayat ini kepada dua pendapat. Pendapat pertama, memahami ayat tersebut secara zhahirnya, tanpa taqdîm atau ta’khir. Pendapat kedua, mentaqdirkan adanya taqdim dan ta’khir, (yaitu kata mutawaffîka yang disebutkan pertama, artinya dibaca terakhir setelah râfi’uka dan muthahhiruka, yang dari segi urutan setelah mutawaffîka, sebagaimana telah penulis jelaskan di atas). 

Adapun pendapat pertama (yang memahami berdasarkan zhahirnya), penjelasannya ada beberapa pemahaman. Pertama, maksud: ‘innî mutawaffîka’ yaitu menyempurnakan umurmu, lalu jikalau saatnya tiba, saya mewafatkanmu. Aku tidak membiarkan mereka membunuhmu, akan tetapi Aku mengangkatmu ke langitKu, dan mendekatkanmu dengan para malaikatKu. Aku juga menjagamu dari upaya pembunuhan mereka. Ta’wil ini yaitu ta’wil yang bagus. 

Kedua,  ‘mutawaffîka’ maksudnya yaitu betul-betul mematikanmu. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Muhammad bin Ishak. Mereka berpendapat: Maksud ayat tersebut yaitu musuh-musuh Nabi Isa yang merupakan orang-orang yahudi tidak dapat membunuhnya, kemudian setelah itu, Tuhan memuliakannya dengan mengangkatnya ke langit. 

Mereka lalu berbeda pendapat, kepada tiga pendapat: Pertama, Wahab bin Munabbih berkata: “Nabi Isa diwafatkan selama tiga jam, kemudian gres diangkat”. Kedua, Muhammad bin Ishak berkata: “Nabi Isa as diwafatkan selama tujuh jam, kemudian Tuhan menghidupkannya kembali dan mengangkatnya (ke langit). Ketiga, ar-Rabi’ bin Anas berpendapat: Tuhan mewafatkan Nabi Isa as, ketika diangkat ke langit”. 


Bahkan, jikalau kita membuka tafsir Muhammad at-Thâhir Ibnu ‘Asyûr, at-Tahrîr wat Tanwîr, sepemahaman penulis dari apa yang dipaparkannya, ia cenderung mengatakan bahwa Nabi Isa as telah meninggal dunia. 

Menurutnya, ketika menafsirkan ayat di atas, dalam bahasa Arab, katamutawaffîka, secara zhahir artinya yaitu mewafatkanmu (mumîtuk). Dengan bahasa lain, kata wafat dalam bahasa arab, makna hakikinya yaitu meninggal dunia, wafat. 

Sedangkan, kata ‘wafat’ diartikan tidur, yaitu arti secara kiasan (majâz), bukan arti sebenarnya. Menurutnya, mengartikan kata wafat dalam ayat di atas dengan tidur kepada Nabi Isa as, kurang tepat. Karena, jikalau Tuhan bermaksud mengangkatnya, tidak mesti Nabi Isa as harus tidur dulu. Karena dengan demikian, tidur menjadi  pelantara diangkat ke langit, dan tidak layak diberikan perhatian dengan menyebutkannya, sementara di sisi lain meninggalkan menyebutkan inti atau maksud utamanya (At-Tahrîr wat Tanwîr, Tunisia: Dâr Suhnûn, T.th., 3/258). Perhatikan perkataan Ibu Asyur di bawah ini: 

وحملُها على النوم بالنسبة لِعيسى لا معنى له؛ لأنهُ إذا أراد رفعَه لم يلزم أن ينام؛ ولأنّ النوم حينئذ وسيلة للرفع، فلا ينبغي الاهتمام بذكره، وترك ذكر المقصد

Demikian juga Ibnu Asyur membantah pendapat yang mengatakan bahwa kata ‘wafat’ dalam ayat di atas diartikan diangkat (al-qabdh war raf’u) dari dunia. Menurutnya, pengertian ini yaitu pengertian mengada-ngada dalam bahasa Arab tanpa ada sandaran dalil yang kuat. Karena itu, Ibnu Abbas dan Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa kata ‘wafat’ dalam ayat di atas maksudnya yaitu wafat meninggal dunia (wafâtu maut). 

Dan pemahaman ini juga, lanjutnya, sesuai dengan zhahir perkataan Imam Malik yang mengatakan bahwa: Nabi Isa as wafat pada usia tiga puluh satu (31) tahu. Lalu Ibnu Rusyd dalam kitabnya al-Bayân wat Tahshîlmengatakan: “Boleh jadi perkataan Imam Malik: “Bahwa Nabi Isa wafat pada usia tiga puluh tiga (33) tahun itu, dalam pengertian sebetulnya (yaitu meninggal dunia), bukan dalam pengertian kiasan, majâz (Ibid.)

Berikut penulis kutipkan perkataan Ibnu Asyur dimaksud: 

فالقول بأنها بمعنى الرفع عن هذا العالم، إيجاد معنى جديد للوفاة في اللغة بدون حجة، ولذلك قال ابن عباس، ووهب بن منبه: إنها وفاة موت، وهو ظاهر قول مالك في جامع العتبية، قال مالك: مات عيسى وهو ابن إحدى وثلاثين سنة، قال ابن رشد في البيان والتحصيل: ((يحتمل أنّ قوله: مات وهو ابن ثلاث وثلاثين على الحقيقة، لا على المجاز)).

Ibnu Asyur juga berkata, dalil pendapat yang memperkuat Nabi Isa telah wafat yaitu ayat berikut ini: 

وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيد

Artinya: “(Nabi Isa berkata): Dan yaitu saya menjadi saksi terhadap mereka, selama saya berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau yaitu Maha menyaksikan atas segala sesuatu” (QS. Al-Maidah [5]: 117).

Di final penafsirannya, Ibnu Asyur berkata: 

والوجه أن يحمل قوله تعالى: { إني متوفيك } على حقيقته، وهو الظاهر، وأن تؤوّل الأخبار التي يفيد ظاهرها أنه حيّ على معنى حياة كرامة عند الله، كحياة الشهداء وأقوى، وأنه إذا حمل نزوله على ظاهره دون تأويل، أنّ ذلك يقوم مقام البعث، وأنّ قوله في حديث أبي هريرة: ((...ثم يتوفّى فيصلي عليه المسلمون)) مدرج من أبي هريرة، لأنّه لم يروه غيره ممن رووا حديث نزول عيسى، وهم جَمْع من الصحابة، والروايات مختلفة وغير صريحة. ولم يتعرض القرآن في عدّ مزاياه إلى أنه ينزل في آخر الزمان

Artinya: “Dan hendaknya firman Allah: “Sesungguhnya Aku mewafatkanmu’ perlu dipahami secara pengertian hakikatnya, dan ini  adalah pengertian secara lahirnya. Sementara hadits-hadits yang zhahirnya menjelaskan bahwa Nabi Isa as masih hidup, perlu ditafsirkan kepada pengertian hidup mulia di sisi Allah, sebagaimana hidupnya para Syuhada dan orang-orang pilihan lainnya. Demikian juga, jikalau pengertian Nabi Isa akan turun ke bumi diartikan secara zhahirnya tanpa ta’wil, maka itu harus dipahami bahwa dihidupkannya itu menyerupai hidup ketika dibangkitkan dari kubur kelak (artinya, setelah itu Nabi Isa as tidak akan meninggal lagi, tapi terus hidup hingga hari akhirat, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Asyur sebelumnya. Sepemahaman saya, perkataan Ibnu Asyur ini untuk keluar dari pemahaman Nabi Isa as dimatikan dua kali=pent). 

Adapun hadits Abu Hurairah yang menyebutkan: “…Kemudian Nabi Isa as diwafatkan dan dishalati oleh orang-orang muslim), hadtis tersebut yaitu Mudraj dari Abu Hurairah. Karena rawi-rawi lain yang meriwayatkan akan turunnya Nabi Isa as, tidak menyebutkan redaksi dimaksud. Dan rawi-rawi tersebut yaitu sekelompok para sahabat. Riwayat-riwayat (seputar turunnya Nabi Isa as ke bumi) berbeda-beda dan tidak jelas. Bahkan,  al-Qur’an pun dengan segala kelebihan yang dimilikinya tidak menjelaskan bahwa Nabi Isa as akan diturunkan di kiamat kelak” (At-Tahrîr wat Tanwîr, 3/259). 

Demikian, pemaparan Ibnu Asyur seputar dilema ini. Sekali lagi apa yang saya utarakan, yaitu berdasarkan pemahaman saya kepada teks yang disampaikan Ibnu Asyur. Saya sengaja mengetengahkannya secara lebih panjang, dengan impian kita dapat mengambil istifadahdari Ibnu Asyur, juga membuka wawasan kita, bahwa terdapat pendapat sebagian ulama muslim yang mengatakan Nabi Isa as telah wafat. 

Demikian penafsiran dan penjelasan para ulama tafsir seputar ayat dimaksud. Dari penjelasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 

1. Kata ‘wafat’ dalam bahasa Arab dan dalam al-Qur’an, mempunyai banyak pengertian. Di antaranya dapat berarti meninggal dunia (al-maut), tidur (an-naum), juga menggenggam (al-qabdh).

2. Adapun apakah Nabi Isa as masih hidup atau sudah wafat, ini merupakan dilema ijtihadiyyah. Karena itu para ulama berbeda pendapat. Jumhur  ulama mengatakan, Nabi Isa as belum meninggal, dan hingga sekarang juga nanti, masih hidup, dan ia akan diturunkan oleh Tuhan kelak di final zaman. Pendapat lain mengatakan, bahwa Nabi Isa as telah wafat, dan kelak akan dihidupkan kembali, lalu diturunkan ke bumi di final zaman.

3. Sekalipun para ulama berbeda pendapat seputar maksud kata  ‘wafat’ dalam ayat di atas, namun semua sepakat bahwa Nabi Isa as tidak dibunuh, juga tidak disalib oleh orang-orang Yahudi, sebagaimana yang diyakini saudara-saudara kita dari Kristiani, akan tetapi yang disalib itu yaitu murid Nabi Isa yang diserupakan wajah dan bentuk tubuhnya dengan Nabi Isa as.  Dan ini ditegaskan pribadi oleh Tuhan dalam surat an-Nisa ayat 156-159 sebagaimana telah penulis jelaskan di atas.

4. Dari beberapa pendapat di atas, penulis cenderung untuk mengambil pendapat yang dirajihkan oleh Imam at-Thabari, juga al-Qurthubi, bahwa maksud ayat di atas yaitu Tuhan menggenggam dan mengangkat Nabi Isa as ke langit dalam keadaan hidup, dan hingga dikala ini masih hidup. Nanti di kiamat Tuhan akan menurunkannya kembali ke bumi untuk membunuh Dajjal dan  mengajak ahlul kitab kepada agama Islam, sekaligus menegaskan kekeliruan mereka, di antaranya bahwa Nabi Isa yaitu Tuhan. Yang benar, Nabi Isa as yaitu rasul atau utusan Allah, bukan Anak Allah. Wallâhu ‘alam bis shawâb.







Nabi Isa Telah Wafat dan Tidak Akan Turun ke Bumi
 Pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Isa as. telah wafat, merujuk pada penafsiran Al-Qur'an, sebagaimana firman-Nya:
 "(Ingatlah) tatkala Tuhan ber firman, 'Hai Isa, sesungguhnya Aku akan memberikan kau kepada final ajalmu dan mengangkat kau kepada-Ku serta membersihkan kau dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kau di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku akan memutuskan di antaramu perihal hal-hal yang kau perselisihkan padanya'..." (Ali Imran: 55).
 "Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, 'Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.' Dan yaitu saya menjadi saksi terhadap mereka selama saya berada diantara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau Maha Menyaksikan segala sesuatu." (al-Maa'idah: 117)
 Berkaitan dengan surat al-Maa'idah ayat 117 maka timbul penafsiran kata tawaffaitani-tawafa, yatawaffa, mutawaffi, yang artinya 'mematikan, mencabut nyawa atau mewafatkan'. Pengertian ini tentu saja berlaku untuk seluruh ayat yang berkaitan dengan kata tawafaa. Sehingga surat Ali Imran ayat 55 di atas harus dipahami secara yakin bahwa Tuhan telah mewafatkan, mematikan, atau mencabut nyawa Nabi Isa a.s..
 Kata tawaffa berasal dari kata kerja wafaya (wau-fa-ya) mempunyai arti: 'melunasi, menyelesaikan, menyempurnakan, wafat' (mati). Akar kata wafat (mati) sangat akrab dengan akar kata wifa' yang artinya, 'penyempurnaan atau pelunasan'. Sehingga dua kata itu merujuk pada sesuatu peran yang tepat atau telah selesai, atau seseorang yang telah selesai menjalani hidupnya alias mati. Apabila kata wafaya tersebut ditambah aksara mati ta dan fa, yaitu tawaffaya menunjukkan arti 'sangat bersungguh-sungguh'. Dan bila kata tawaffa dihubungkan dengan firman Tuhan surat al-Maa'idah ayat 117, maka menunjukkan arti yang pasti bahwa, "...Engkau wafatkan (angkat) aku..."
 Dengan pembahasan kata tersebut sampailah pada kesimpulan bahwa kata muttawafika dalam surat Ali Imran: 55, berarti Tuhan sungguh-sungguh (benarlah) akan mewafatkan engkau (Nabi Isa). Hal ini tidak dapat ditafsirkan lain kecuali Tuhan akan mewafatkan Nabi Isa.
 Apabila kata tersebut ditafsirkan lagi dengan ayat yang lain, maka akan didapat pengertian yang sama pada ayat ayat sebagai berikut: "... hingga mereka menemui ajalnya (yatawaffahunna)...." (an-Nisa' 4:15)
 "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan (tawaffaahum) malaikat... " (al-Maa'idah: 97)
"Kalau kau melihat ketika para malaikat mencabut jiwa (yatawaffa) orang-orang...." (al-Anfal 8:50)
Masih banyak lagi kata atau ungkapan tawaffa dalam surat-surat pada Al-Qur'an yang keseluruhannya menunjukkan arti 'mewafatkan, mencabut nyawa', dan sebagainya. 2
 Apabila seluruh kata tawaffa dalam ayat-ayat yang disebutkan tersebut menunjukkan arti "mewafatkan dan mematikan", lantas atas dasar apa meragukan bahwa Nabi Isa telah diwafatkan (mati). Oleh karena itu, tidak dapat ditafsirkan lain bahwa Nabi Isa tidur, Nabi Isa istirahat, dan sebagainya.
 l. Kata Rafi'a
  • Kata raafi'uka (mengangkatmu) sebagaimana terdapat dalam Ali Imran: 55, tidak dapat ditafsirkan sebagai mengangkat Nabi Isa ke langit, karena tidak didukung oleh ayat lain yang memperkuat argumentasi bahwa kata raafi'uka menisbatkan kepada naiknya Nabi Isa ke langit dan kemudian hidup, tidur, atau istirahat di sana.
  • Kata rafi'u yaitu isim fa'il atau pelaku yang berasal dari kata kerja rafa'a (telah mengangkat) dan bentuk rafa'a dengan segala bentukannya yang disebutkan di dalam Al-Qur'an menunjukkan pada sebuah makna 'meningkatkan derajat, mengungguli, dan mengatasi', sebagaimana di sebut di dalam Al-Qur'an sebagai berikut :
". . . dan sebagiannya Tuhan meninggikan beberapa derajat.... (wa rafa'a ba'dhuhum darajatin)." (al-Baqarah 2:253 ).
 "... dan mengangkat sebagian kau di atas sebagian yang lain (wa rafa'a ba'dhukum fawqa ba'dhin)." (al-An'am 6:165).
 Selanjutnya kata-kata rafa'a yang berarti 'mengangkat derajat'sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur'an-terdapat pula pada surat surat "wa rafa'na" (az-Zukhruf 43:32); "wa rafa'na" (Alam Nasyrah 94:4); "yarfa'u" (al-Mujadilah 58:11); dan "narfa'u" (Yusuf 12:76).
Dari uraian tadi dapat disimpulkan, sebagai berikut :
  • Nabi Isa a.s. telah diwafatkan oleh Tuhan Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan Sunnatullah yang tidak mungkin akan berubah selama-lamanya (al-Ahzab 33:62). Nabi Isa telah wafat dan diangkat derajatnya oleh Allah. Dan perihal wafatnya Nabi Isa, sesuai pula dengan Sunatullah bahwa segala benda yang bernyawa pasti akan menemui kematian.
  • Al Qur'an tidak pernah menyebutkan secara terperinci dan muhkamat3 maupun mutasyabihat,4 apakah Nabi Isa masih hidup dan apakah hingga dikala ini masih berada di langit? Lalu apakah setelah itu, ia akan turun kembali ke bumi untuk membasmi Dajjal. Padahal, tidak ada satu kata pun di dalam Al-Qur'an yang menyebut nama Dajjal. Dengan demikian, hal ini memperkuat argumentasi bahwa Nabi Isa telah wafat, dan tidak akan turun ke bumi dan tidak akan membunuh Dajjal.
  • Kiamat akan segera tiba setelah turunnya Nabi Isa yang akan memberantas Dajjal, kemudian mempersatukan umat insan serta menjadikan semuanya beragama Islam dan menjadi imam shalat, tentunya isu ini merupakan isu besar yang mustahil luput dari uraian Al-Qur'an.
  • Mengingat turunnya Nabi Isa dan datangnya Dajjal tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an, maka tidak menyebabkan berdosa apabila kita tidak mengimaninya. Lagi pula, rukun Iman yang telah diakui seluruh ulama semenjak dahulu tidak mencantumkan hal ini.
2. Hadits-Hadits perihal Nabi Isa a.s. dan Dajal
 Argumentasi yang berdasarkan pada Al-Qur'an mengatakan bahwa Nabi Isa telah wafat dan tidak akan turun lagi ke bumi untuk memberantas Dajjal. Tentu hal itu tidak berdasarkan dalil hadits, walupun hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan yang lainnya.
 Bagi mereka yang menyangkal hadits tersebut didasarkan bahwa berita-berita yang diriwayatkannya bertentangan satu sama lain, karena mereka mendasari itu terhadap alasan-alasan berikut :
  • Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abdullah bin Amru bin Ash disebutkan, "...kemudian Isa Almasih itu, menetap bersama insan tujuh tahun lamanya…"
  • Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, Abu Daud, al-Hakim, dan Ahmad bin Hanbal dari Abu Hurairah r a. menyebutkan, "…Isa menetap di bumi empat puluh tahun lamanya, kemudian ia pun wafat, maka kaum muslimin menyembahyangkannya ..."
  • Menurut Joesoef Souyb salah satu hadits yang meriwayatkan kedatangan Dajjal diterima melalui Ka'ab al-Ahbar5 yang mengatakan, "Aku akan mengirimmu kelak menghadapi Dajjal si Juling, dan engkau akan membunuhnya, lalu hidup di bumi sehabis itu selama dua puluh empat tahun dan Aku akan mematikanmu, menyerupai halnya orang yang hidup."
Penulisan hadits dengan isi pernyataan yang berbeda satu sama lainnya dan diceritakan melalui satu orang saja (hadits ahad) menyebabkan kedudukan hadits tersebut tidak termasuk mutawatir (hadits yang diriwayatkan oleh beberapa perawi).
Diposkan oleh Mengungkap Islam di 06.57

Wafatnya Nabi Isa, menurut Buya HAMKA

Posted on Tafsir Al Azhar Qs Ali Imron ayat 52-58
INILAHCOM, Jakarta-- Ketika menafsirkan QS. Ali Imron (3) ayat 55, buya HAMKA didalam Tafsir Al Azhar, menulis :
"(Ingatlah) tatkala Tuhan berkata: Wahai lsa,sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu, dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir " (pangkal ayat 55).
Artinya yang tepat dari ayat ini ialah bahwa maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa Almasih mati dihukum bunuh, menyerupai yang dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah akan berhasil.
Tetapi Nabi Isa Almasih akan wafat dengan sewajarnya dan sesudah ia wafat, ia akan diangkat Tuhan ke kawasan yang mulia di sisiNya, dan bersihlah diri ia dari gangguan orang yang kafir-kafir itu.
Kata mutawwafika telah kita artikan menurut logatnya yang terpakai arti asal itu diambillah arti mematikan, sehingga wafat berarti mati, mewafatkan ialah mematikan. Apatah lagi bertambah besar lengan berkuasa arti wafat ialah mati, mewafatkan ialah mematikan itu karena banyaknya bertemu dalam al-Quran ayat-ayat, yang disana disebutkan tawaffa, tawaffahumul-malaikatu, yang semuanya itu bukan menurut arti asal yaitu mengambil tepat ambil, melainkan berati mati. Sehingga hingga kepada pemakaian bahasa yang umum jarang sekali diartikan wafat dengan ambil, tetapi pada umumnya diartikan mati juga.
Maka dari itu arti yang lebih dahulu dapat pribadi difahamkan, apabila kita membaca ayat ini ialah: "Wahai Isa, Aku akan mematikan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu dan membersihkan engkau daripada tipudaya orang yang kafir."
Pendapat Pendukung
A. Al-Alusi
Di dalam tafsirnya yang terkenal Ruhul Maani, setelah menunjukkan keterangan beberapa pendapat perihal arti mutawwafika, jadinya menyatakan pendapatnya sendiri bahwa artinya telah mematikan engkau, yaitu menyempurnakan maut engkau (mustaufi ajalika) dan mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak hingga dapat dikuasai oleh musuh yang hendak membunuh engkau.
Dan ia menjelaskan lagi bahwa arti warafiuka ilayya, dan mengangkat engkau kepadaKu , telah mengangkat derajat ia , memuliakan beliau, mendudukkan beliau, di kawasan yang tinggi, yaitu roh ia sesudah mati. Bukan mengangkat badannya.
Lalu al-Alusi mengemukakan beberapa kata rafaa yang berarti "angkat" itu terdapat pula dalam beberapa ayat dalam al-Quran yang tiada lain artinya daripada mengangkat kemuliaan rohani sesudah meninggal.
B. Syaikh Muhammad Abduh
Beliau menerangkan perihal tafsir ayat ini demikian: Ulama di dalam menafsirkan ayat ini menempuh dua jalan. Yang pertama dan yang masyhur ialah bahwa dia diangkat Tuhan dengan tubuhnya dalam keadaan hidup, dan nanti dia akan turun kembali di kiamat dan menghukum di antara insan dengan syariat kita. Dan kata ia seterusnya: " .Dan jalan penafsiran yang kedua ialah memahamkan ayat menurut asli yang tertulis, mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang nyata, yaitu mati menyerupai biasa, dan rafaa (angkat), ialah rohnya diangkat sesudah ia mati.
Dan kata ia pula: " Golongan yang mengambil tafsir cara yang kedua ini terhadap hadits-hadits yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan turun kembali, mereka mengeluarkan dua kesimpulan (takhrij).
Kesimpulan pertama: Hadits-hadits itu ialah hadits-hadits minggu yang bersangkut-paut dengan soal itikad (kepercayaan) sedang soal-soal yang bersangkutan dengan kepercayaan tidaklah dapat diambil kalau tidak qathi (tegas). Padahal dalam perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang mutawatir."
Kemudian ia terangkan pula takhrij golongan kedua ini perihal nuzul Isa (akan turun Nabi Isa di final zaman) itu. Menurut golongan ini kata ia turunnya Isa bukanlah turun tubuhnya, tetapi akan datang masanya pengajaran Isa yang asli , bahwa intisari pelajaran ia yang penuh rahmat, cinta dan tenang dan mengambil maksud pokok dari syariat, bukan hanya semata-mata menang kulit, yang sangat ia cela pada perbuatan kaum Yahudi seketika ia datang dahulu, akan berdiri kembali." Demikianlah keterangan Syaikh Muhammad Abduh. (Tafsiral-Manar, jilid III, 317, cet. ke 3.)
C. Sayyid Rasyid Ridha
Beliau pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia. Bunyi pertanyaan: "Bagaimana keadaan Nabi Isa sekarang? Di mana tubuh dan nyawanya? Bagaimana pendapat tuan perihal ayat inni mutawwaffika wa rafiuka ? Kalau memang dia sekarang masih hidup, menyerupai di dunia ini, dari mana dia mendapat makanan yang amat diharapkan bagi tubuh jasmani haiwani itu ? Sebagaimana yang telah menjadi Sunnatullah atas makhlukNya ? "
Sayid Rasyid Ridha, sesudah menguraikan pendapat- pendapat hebat tafsir perihal ayat yang ditanyakan ini, mengambil kesimpulan: "Jumlah kata, tidaklah ada nash yang sharih (tegas) di dalam al-Quran bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke langit dan hidup di sana menyerupai di dunia ini, sehingga perlu menurut sunnatullah perihal makan dan minum, sehingga menyebabkan pertanyaan perihal makan ia sehari-hari.
Dan tidak pula ada nash yang sharih menyatakan ia akan turun dari langit. Itu hanyalah doktrin dari kebanyakan orang Nasrani, sedang mereka itu telah berusaha semenjak lahirnya Islam membuatkan kepercayaan ini dalam kalangan kaum Muslimin."
Lalu ia teruskan lagi: "Masalah ini yaitu dilema khilafiyah sampaipun perihal masih diangkat ke langit dengan roh dan badannya itu."
D. Syaikh Mustafa al-Maraghi
Beliau yaitu Syaikh Jami al-Azhar yang terkenal sebelum Perang Dunia ke-2, menjawab pertanyaan orang perihal ayat ini: "Tidak ada dalam al-Quran suatu nash yang sharih dan putus perihal Isa as. diangkat ke langit dengan tubuh dan nyawanya itu, dan bahwa dia hingga sekarang masih hidup, dengan tubuh nyawanya.
Adapun sabda Tuhan mengatakan: "Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu dan membersihkan engkau daripada orang-orang yang kafir itu!" Jelaslah bahwa Tuhan mewafatkannya dan mematikannya dan mengangkatnya, zahirlah (nyata) dengan diangkatnya sesudah wafat itu, yaitu diangkat derajatnya di sisi Allah, sebagaimana Idris as. dikatakan Tuhan: "dan Kami angkatkan dia ke kawasan yang tinggi." Dan inipun terperinci pula, yang jadi pendapat setengah ulama-ulama Muslimin, bahwa ia diwafatkan Allah, wafat yang biasa, kemudian diangkatkan derajatnya. Maka diapun hiduplah dalam kehidupan rohani, sebagaimana hidupnya orang-orang yang mati syahid dan kehidupan Nabi-nabi yang lain juga.
Tetapi jumhur Ulama menafsirkan bahwa ia diangkat Tuhan dengan tubuh dan nyawanya, sehingga dia sekarang ini hidup dengan tubuh dan nyawa, karena berpegang kepada hadits yang memperkatakan ini, lalu mereka tafsirkan al-Quran disejalankan dengan maksud hadits-hadits itu.
Lalu kata beliau: "Tetapi hadits-hadits ini tidaklah hingga kepada derajat hadits-hadits yang mutawatir, yang wajib diterima sebagai akidah. Sebab doktrin tidaklah wajib melainkan dengan nash al-Quran dan hadits-hadits yang mutawatir. Oleh karena itu maka tidaklah wajib seorang Muslim beritikad bahwa Isa Almasih hidup sekarang dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani doktrin itu tidaklah kafir dari Syariat Islam."
Sumber : kanzunqalam dan Tafsir Al Azhar Qs Ali Imron ayat 52-58
- See more at: http://bola.inilah.com/read/detail/2204206/inilah-pendapat-buya-hamka-tentang-wafatnya-isa-as#sthash.kK2olwTP.dpuf

Apakah pengertian ayat: "(Ingatlah), ketika Tuhan berfirman: "Hai 'Isa, sesungguhnya Aku akan memberikan kau kepada final ajalmu (mewafatkanmu) dan mengangkat kau kepada­Ku" 26 .

Apakah pengertian `wafat' di ayat ini yaitu makna sesungguhnya atau tidak?
Jawab:

Makna `wafat' yang tepat yaitu `tidur'. Yaitu, Tuhan mengangkat nabi Isa ke sisi-Nya dalam keadaan tidur. Dalam bahasa Arab, `tidur' sah dipakaikan dengan makna wafat, setidaknya hampir serupa dengan wafat (mati), sebagaimana firman Tuhan yang artinya:

"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang befum mati di waktu tidurnya; maka la tahan jiwa (orang) yang telah ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain hingga waktu yang ditentukan. " 27 .

Maksudnya, orang hidup wafat di dalam tidur, ketika ruh mereka secara khusus terpisah, mereka kehilangan kepekaan, tidak bersuara, tiada gerakan-gerakan kesengajaan, kemudian ketika bangun ruh itu kembali.


Dalam hadits disebutkan, Nabi saw. berdoa ketika hendak tidur: "Dengan Nama-Mu wahai Tuhanku, saya baringkan badanku, dan dengan Nama-Mu juga saya mengangkatnya. Kalau Engkau mencabut nyawaku, sayangilah ia, dan jikalau Engkau belum mencabutnya, jagalah ia sebagaimana Engkau menjaga nyawa hamba-hamba-Mu yang shalih". 28 . Ketika Rasulullah saw. bangun, ia membaca doa: "Segala puji bagi Tuhan Yang telah menghidupkan kami setelah Dia mematikan kami, dan hanya kepada-Nya kawasan kembali". 29 . dan membaca: "Segala puji bagi Tuhan Yang telah mengembalikan ruhku kepadaku dan Yang telah menyehatkan jasadku." 30 .

Dengan adanya bukti hadits-hadits ini jelaslah, bahwa makna ayat tersebut adalah: Sesungguhnya Aku mematikanmu menyerupai rupa yang mati waktu tidur, ketika itu engkau tidak mencicipi diangkat ke langit. Artinya, nabi Isa tertidur pulas, dan dalam keadaan tidur pulas itulah Tuhan mengangkatnya ke langit, sesuai dengan kehendak Allah. Nabi Isa tidak terbangun kecuali setelah hingga di langit.

Ulama lain berpendapat, nabi Isa diwafatkan, dengan pengertian mati yang sesungguhnya, tapi sebentar. Ketika dalam kondisi tidak bernyawa, ia diangkat ke langit, kemudian ia dibangkitkan, dan kembali hidup.31 .

Mathar al-Warraq menafsirkan ayat `sesungguhnya Aku mewafatkanmu...' yaitu mewafatkanmu dari dunia, tapi bukan berarti mati. Penafsiran yang sama juga ditarik oleh Ibnu Jarir: Sesungguhnya wafatnya Isa yaitu diangkatnya dari dunia karena ia tidak hebat dunia, ia juga tidak memerlukan kebutuhan yang dibutuhkan penduduk dunia menyerupai makan dan minum, bangun dan tidur, dan sebagainya. Hadits-hadits cukup banyak mengkabarkan turunnya nabi Isa di kiamat nanti, dan ia akan memakai hukum Islam, ia mematahkan palang-palang salib, memusnahkan babi, meniadakan upeti/pajak, dan yang ia terima hanyalah agama Islam. Hal ini diperkuat dengan firman Tuhan swt. yang artinya:

"Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya (sebelum kematian Isa). Dan di hari final nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka" 32 .. Wallahu'alam.33 .

26. QS. Ali `Imran 3 : 55.
27. QS. az-Zumar 39 : 42.

28. HR. Bukhari dengan nomor hadits: 7393 Kitab: Tauhid, Bab: Berdoa dan meminta santunan dengan menyertakan Asma'ullah al-Husna. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Muslim dengan nomor hadits: 714. Kitab: Zikir, Doa, Toubat dan Memohon ampun, Bab: Bacaon doa sebelum tidur don ketika berboring'. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Abu Daud dengan nomor hadits: 5050. Kitab: Adab. Bab: Doa sebelum tidur. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Ibnu Majah dengan nomor hadits: 3874. Kitab: Doa, Bab: Doa menjelang tidur. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Ahmad di kitab hadits Musnad (2/246, 422,432), diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.

29. HR. Bukhari (nomor hadits: 7394) Kitab: Tauhid, Bab: Berdoa dan meminta santunan dengan menyertakan Asma'ullah al-Husna.' Diriwayatkan dari Huzaifah ra. Muslim dengan nomor hadits: 2811. Kitab: Zikir, Doa, Taubat dan Memohon ompun, Bab: Bacaan doa sebelum tidur dan ketika berboring, diriwayatkan dari al­Barra' ra. Abu Daud, dengan nomor hadits: 5049 Kitab Adab, Bab: Doa sebelum tidur, diriwayatkan dari Huzaifah ra. Ibnu Majah, dengan nomor hadits: 3880, Kitab: Doo, Bab: Doa ketika terjaga di tengah malam, diriwayatkan dari Huzaifah ra. Ahmad, dalam kitab hadits Musnad (5/385, 387), diriwayatkan dari Huzaifah ra.

30. HR. Turmudzi, dengan nomor hadits: 3398, Kitab: Doa-doa. Nasai, dengan nomor hadits: 866, Bab: Amalan siang dan malam. Ibnu Sinni, dengan nomor hadits: 9. Hadits ini shahih menurut Imam Nawani dalam bukunya Af-Adzkar, nomor: 28. Dan oleh al-Bani, hadits ini statusnya hasan, dalam buku Shahih al-Kalim at Thayyib, nomor: 37.

31. Pendapat yang tepat yang dipilih Ibnu Jarir-rahimahullah-dalam tafsir Jami' al­Bayan (3/256), yaitu pendapat yang menafsirkan dengan: Sesungguhnya saya menarikmu dari bumi dan mengangkatmu ke langit. Atasannya, karena hadits-hadits mutawatir dari Rasulullah saw. di antaranya hadits yang menyebutkan bahwa nabi Isa akan turun, dan ia akan membunuh Dajjal, kemudian bertahan di muka bumi dalam jangka waktu tertentu. Dan menurut asy-Syaukani -rahimahullah- dalam tafsir Fathul Qadir (1/344), yang tepat yaitu bahwa Tuhan mengangkat nabi Isa ke langit tanpa diwafatkan terlebih dahulu. Pendapat ini didukung oleh mufassir-mufassir dan dipilih oleh Ibnu Jarir at Thabari. Alasannya ialah, hadits shahih dari Nabi saw. yang mengabarkan turunnya nabi Isa dan akan membunuh Dajjal. Sebenamya masih ada juga pendapat selain ini yang menafsirkan, bahwa Tuhan swt. mewafatkan nabi Isa se(ama tiga jam di siang hari kemudian, diangkat ke langit. Namun, pendapat ini lemah karena tidak memiliki bukti yang akurat.

32. QS. an-Nisa' 4 : 159.
33. Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Mufti Saudi Arabia, -rahimahullah- menulis dalam bukunya Majmu' AI Fatawa, bab: Tauhid dan hal-hal yang berkenaon dengannya (1/ 433): Para ulama berbeda pendapat mengenai penafsiran kata almutawaffa (dimatikan/ diwafatkan) yang ada dalam ayat ""(Ingotlah), ketika Tuhan berfirman: "Hai `/sa, sesungguhnyaAku akan memberikan kau kepada final ajalmu (mewafatkanmu) dan mengongkat kau kepada-Ku". Pendapat-pendapat tersebut di antaranya, pertamo: Yang dimaksud dengan wafat di situ yaitu wafat yang bermakna mati, alasannya itulah pengertian yang zahir (tekstual) dari ayat tersebut, jikalau tidak dibandingkan dengan bukti-bukti terkait yang lain. Dan dikarenakan kata mutawaffa terdapat dalam al­Quran lebih dari sekali, menyerupai dalam ayat: "Kotokanloh: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu..." (QS. as-Sajadah 32:11), dan dalam ayat: "Kalau kau melihot ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya mem ukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakan olehm u siksa neraka yang membakar" (QS. al-Anfal 8:50). Di ayat lain, kata waffa juga memiliki penger tian `mati'. Atas dasar makna inilah penafsiran ayat tersebut memakai uslub (gaya) taqdim dan ta'khir.
Keduo, dengan makna qabd (berada dalam genggaman). Pendapat ini dinukil Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya dari sekelompok ulama salaf, dan Ibnu Jarir memilih pendapat ini sekaligus mendudukkannya di tingkat prioritas pertama dibanding dengan pendapat-pendapat lain. Dengan demikian, makna ayat tersebut sebagai berikut: Sesungguhnya Akulah yang menggenggammu dari bumi ke alam langit, engkau dalam keadaan hidup kemudian saya mengangkatmu ke sisi-Ku. Dalam ucapan orang-orang Arab juga terdapat makna yang persis dengan makna waffa di ayat tersebut, yaitu: towaffaitu maali min fulan, maksudnya, saya menggenggam (menguasai) seluruh harta kekayaanku dari si Fulan.

Ketiga, maksud wafat di ayat tersebut yaitu wafat yang berarti `tidur'. Sebab, kata naum (tidur) dalam bahasa Arab diartikan juga dengan wafat (mati). Maka, seharusnya pemaknaan ayat tersebut yang paling tepat yaitu dengan arti tidur dengan alasan beberapa dalil dari ayat, menyerupai firman Tuhan swt. yang artinya: "Dan Dialah yong menidurkan kau di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kau kerjakan di siang hari", dan ayat: "Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya don (memegang) jiwa (orang) yang bel um mati di waktu tidurnya; maka la tahanlah jiwa (orang) yang telah ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain hingga waktu yang ditentukan". Pendapat yang kedua dan ketiga lebih besar lengan berkuasa dari pendapat yang pertama. Kesimpulannya, pendapat yang benar yaitu yang didukung dengan dalil-dalil yang jelas, dan dikuatkan dengan fakta, bahwa nabi isa as. diangkat ke langit dalam keadaan hidup. Ia belum pernah meti, dan senantiasa dalam keadaan hidup di langit hingga pada suatu dikala di kemudian hari ia akan turun ke bumi. la menjalankan peran yang dibebankan kepadanya sesuai dengan yang diberitakan lewat hadits­hadits shahih dari Nabi Muhammad saw. Kemudian, setelah menyelesaikan tugas, nabi Isa akan mati mengikuti takdir yang sudah ditetapkan Allah. Dari keterangan ini dapat dimengerti bahwa penafsiran kata `yatawaffa' dengan makna maut (mati dengan dicabut nyawa) yaitu pendapat yang lemah, tidak akurat. Sekiranya diasumsikan pendapat itu benar, sudah barang tentu yang dimaksud itu yaitu wafatnya Isa di kiamat nanti. Dengan demikian, penyebutan kata itu sebelum kejadian pengangkatan tennasuk gaya bahasa mendahulukan sesuatu (taqdim) dengan makna diakhrikan (ta'khir). Sebab, sebagaimana diingatkan oleh ulama hebat bahasa Arab, aksara waw (kata sambung) tidak selamanya mengandung pengertian tartib (urutan). Wabillahittaufiq.

Adapun anggapan bahwa nabi Isa tewas dibunuh atau tewas disalib, teks ayat al­Quran terang-terangan membatalkan dan menolaknya. Begitu juga dengan pendapat yang mengatakan bahwa nabi Isa tidak diangkat ke langit, tapi hijrah ke Kashmir, ia lama bertahan hidup di sana dan wafat di sana secara normal. Dan ia tidak turun sebelum hari Kiamat, yang akan datang yaitu duplikat nabi Isa. Pendapat ini benar­benar pendapat batil, lantang terhadap Tuhan dan mendustakan ayat-ayat Tuhan swt. dan hadits Rasulullah saw.

Nabi Isa as. senantiasa hidup hingga sekarang, dan akan turun di kemudian hari menyerupai diberitakan Rasulullah saw. Dari keterangan-keterangan di atas, diharapkan penanya atau pun bukan bisa mengerti bahwa barangsiapa mengklaim nabi Isa tewas terbunuh dan disalib, atau ia mengatakan, bahwa nabi Isa berhijrah ke negeri Kashmir dan ia bertahan hidup di sana cukup lama lalu mati dengan cara yang normal, dan setelah mati pun tidak diangkat ke langit, ini yaitu pendapat paling lantang kepada Tuhan dan ia mendustakan Aflah swt. dan Rasul saw. Kita tahu, barangsiapa yang mendustakan Tuhan dan Rasul-Nya hukumnya kafir. Diharapkan orang berperniapat demikian biar segera bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Diberi keterangan yang terperinci dari Kitab Suci al-Quran dan hadits. Jika ia sudah bertaubat dan kembali ke jalan yang benar ia selamat, dan jikalau tidak, ia mati dalam kekufuran.

Dalil-dalil yang dapat dijadikan bukti cukup banyak dan mudah diketahui, di antaranya firman Tuhan perihal nabi Isa as. di surat an-Nisa' ayat 157-158:

"dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, lsa putera Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham perihal  (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan perihal yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan perihal siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu yaitu Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Tuhan telah mengangkat lsa kepada-Nya. Dan yaitu Tuhan Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dan antara lain dari hadits-hadits Rasulullah saw. yang memberitakan turunnya nabi Isa as. di kiamat menjadi hakim adil. la akan membunuh Dajjal Sang Sesat, kemudian mematahkan palang salib, membunuh babi, meniadakan upeti/pajak, dan tiada satu agama pun yang ia terima kecuali agama Islam. Hadits-hadits tersebut yaitu hadits mutawatir dan status keshahihannya akurat berasal dari Rasulullah saw. Para ulama sependapat mendapatkan isu itu untuk diterima dan diimani karena ada dalil dan mereka sebutkan dalam buku-buku akidah. Barangsiapa yang menolak dengan alasan karena haditsnya hadits ahad, juga tidak bisa menotaknya secara penuh, atau mentakwilkan hadits tersebut dengan makna insan di kiamat nanti berpegang kepada watak al-Masih as., bersikap lembut, penyayang, merangkul orang-orang dengan semangat, tujuan, dan subtansi hukum, bukan dengan teks/ redaksi hukum, pendapat ini jelas-jelas `keliru', batil, menyalahi pendapat lebih banyak didominasi ulama Islam, bahkan terang-terangan menolak nash yang tsabit (fakta) dan mutowatir, merupakan tindakan kriminal terhadap syariah, lantang terhadap Islam dan nabi yang ma'shum Muhammd saw., menilai sesuatu dengan hukum prasangka dan hawa nafsu, serta keluar dari kebenaran dan petunjuk. Orang yang berpegang teguh dengan syariat, yang percaya seratus persen kepada nabi yang membawa syariat tersebut, yang mengagungkan hukum serta segala nash ajarannya, orang yang hingga sedemikian rupa tidak mungkin berani mengatakan demikian. 

Pendapat yang mengatakan hadits yang membawa isu turunnya nabi Isa yaitu hadits minggu yang tidak bisa dijadikan landasan hukum, yaitu pendapat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pasalnya, hadits-hadits yang memberitakan hal itu cukup banyak, diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits shahih, kitab sunan dan kitab musnad para ulama hadits, dengan thariqul hadits serta sanad yang bervariasi, mencukupi kriteria mutawatir. Lalu, bagaimana mungkin orang yang berpengetahuan rendah perihal syariah mengatakan tidak mendapatkan dan tidak mau berpegang dengan hadits­hadits itu? Sekiranya pun kita asumsikan, bahwa hadits itu yaitu hadits ahad, tidak semua hadits minggu yang tidak layak dijadikan landasan hukum. Yang paling tepat, sesuai dengan metode ulama hadits dan hebat hahqiq hadits, bahwa hadits ahad, jikalau thariq haditsnya banyak, sanadnya lurus dan tidak cacat, sah dijadikan landasan hukun. 

Dengan metode ini, hadits-hadits perihal isu turunnya nabi Isa yaitu hadits yang status keshahihannya sudah lulus kriteria, sanad dan riwayatnya juga bervariasi. Tiada ahsan yang tepat untuk menolak hadits-hadits tersebut, ia sah dijadikan dalil, baik itu dinamakan hadits ahaad ataupun hadits mutawatir. Dengan demikian, penanya atau siapa saja diharapkan mengerti kekeliruan syubhat dan penyelewengan pendapat tersebut dari jalan yang benar. Tindakan yang paling parah dan kelantangan paling dahsyat terhadap Tuhan swt. dan Rasul-Nya saw. yaitu pendapat yang mentakwilkan hadits tersebut ke pengertian yang tiada sangkut pautnya dengan dalil hadits. Pelaku ini telah menggabungkan dua kesalahan, yaitu pendustaan atas nash dan ketidak percayaannya akan isu yang disebutkan hadits perihal turunnya nabi Isa as, perihal nabi Isa akan menjadi hakim adil untuk sekalian umat manusia, perihal nabi Isa membunuh Dajjal dan sebagainya. Secara tidak langsung, pelaku tersebut telah mengidentikkan Rasulullah saw. selaku orang paling tahu soal syariat Allah, menjadi orang yang mencampur-adukkan hukum serta orang yang tidak sesuai antara ucapan dan maksud tujuannya, padahal redaksi ucapannya cukup je(as. Ini yaitu puncak pendustaan, pengelabuan serta penggelapan terhadap umat yang seharusnya tidak masuk dalam kriteria seorang rasul. 

Orang yang suka mentakwilkan ini persis menyerupai pemeluk paham ateis yang menisbahkan para nabi dan rasul sebagai fantasi demi kepentingan lebih banyak didominasi insan dan menurut mereka, yang dipetik dari ucapan para nabi bukanlah redaksi yang sesungguhnya. Paham ini telah ditangkis oleh ahlul ilmi wal iman, mereka telah mencoret paham tersebut dengan pena fakta dan bukti-bukti akurat. Kita berdoa, semoga kita terlindungi dari penyakit hati, terhindar dari kerancuan, dari fitnah-fitnah yang menyesatkan, dari godaan syeitan. Dan kita memohon kepada Tuhan semoga kita terbebas dari ketundukan terhadap hawa nafsu dan syeitan. Sesungguhnya Tuhan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada kekuatan yang dapat menyefamatkan kita kecuali kekuatan Alfah yang Maha Agung dan Maha Perkasa. Kami berharap, keterangan-keterangan yang kami berikan dapat memuaskan penanya dan dapat memperjelas jalan yang benar. Alhamdulillahirabbil'alamin.

Cantumkan Sumber:
#ixzz47NoGSH6C

1. Apa sih artinya mati?


Eisenheim sedang berbicara logika, bukan perihal hal-hal spiritisme. Apa sih makna mati, kalau memang ada kebenaran dalam pemikiran perihal keabadian jiwa. Dalam pemikiran Kristiani makna mati mempunyai macam-macam arti. Kata "mati" yang pertama dalam Injil kita tertulis dalam :


* Kejadian 2:17
tetapi pohon pengetahuan perihal yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, alasannya pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.

UME'ETS HADA'AT TOV VARA LO TOKHAL MIMENU KI BEYOM AKHALKHA MIMENU MOT TAMUT


Ular memperdaya insan sbb :


* Kejadian 3:4
Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: 'Sekali-kali kau tidak akan mati,'

VAYOMER HANAKHASH EL-HAISHA LO-MOT TEMUTUN



Manusia melanggar apa yang difirmankan Allah, sebaliknya menuruti ular itu. Apakah benar Adam pribadi mati? (secara fisik mati?), lalu apa yang dimaksud "mati" dalam Kejadian 2:17 ini?

Semua manusia, yang percaya dan yang tidak percaya, akan mati. Akan tetapi, kata "mati" di dalam Alkitab, memiliki lebih dari satu arti. Penting untuk mengerti kekerabatan orang percaya dengan aneka macam arti kematian. Kejadian 2:1-3:24 mengajarkan bahwa kematian memasuki dunia karena dosa. Manusia pertama diciptakan dengan kemampuan untuk hidup selama-lamanya; ketika mereka tidak menaati perintah Allah, mereka dijatuhi hukuman atas dosa itu, yaitu kematian. Kematian ini mencakup :



1. Tunduk kepada hukum kematian


Setelah Adam dan Hawa memakan buah dari pohon pengetahuan perihal yang baik dan yang jahat, Tuhan mengatakan, "engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu". Maka, sekalipun mereka "tidak mati" secara jasmaniah pada hari mereka memakan buah itu, mereka kini tunduk pada hukum kematian sebagai jawaban dari kutukan Allah. Demikian juga seluruh keturunan dari mereka.



2. Mati secara Moral


Adam dan Hawa juga mati secara moral. Tuhan mengingatkan Adam bahwa ketika ia makan buah yang terlarang itu, ia pasti akan mati. Peringatan itu sangat serius. Sekalipun Adam dan Hawa tidak mati secara jasmaniah pada hari itu, mereka mati secara moral, yaitu tabiat mereka menjadi berdosa. Sejak Adam dan Hawa, semua orang dilahirkan dengan tabiat berdosa, yaitu suatu keinginan bawaan untuk mementingkan diri sendiri tanpa mempedulikan Tuhan atau orang lain.



3. Mati secara rohani


Adam dan Hawa juga mati secara rohani ketika mereka tidak taat kepada Allah, yaitu kekerabatan intim mereka yang dahulu dengan Tuhan menjadi rusak. Mereka tidak lagi mengharapkan saat-saat berjalan dan berbincang-bincang dengan Tuhan di taman; sebaliknya mereka bersembunyi dari hadapan-Nya. Di adegan lainnya, Injil mengajarkan bahwa terlepas dari Kristus, semua orang terasing dari Tuhan dan dari hidup di dalam-Nya; mereka mati secara rohani.



4. Kematian kekal


Akhirnya, kematian sebagai jawaban dosa mencakup kematian kekal. Hidup kekal seharusnya menjadi jawaban ketaatan Adam dan Hawa; namun sebaliknya, prinsip kematian kekal telah diberlakukan. Kematian kekal yaitu hukuman dan pemisahan kekal dari Tuhan sebagai jawaban ketidaktaatan, yaitu menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya.


Injil menyebut "orang hidup yang bisa mati atau akan mati" pun disebut mati :


* Zakharia 11:9
Lalu saya berkata: 'Aku tidak mau lagi menggembalakan kamu; yang hendak mati, biarlah mati; yang hendak lenyap, biarlah lenyap, dan yang masih tinggal itu, biarlah masing-masing memakan daging temannya!'

VAOMAR LO ERE ETKHEM HAMETA TAMUT VEHANIKHKHEDET TIKAKHED VEHANISHAROT TOKHALNA ISHA ET-BESAR REUTA


HAMETA TAMUT, harfiah "orang mati itu mati" diterjemahkan "yang hendak mati, biarlah mati" padahal yang disebut orang mati itu belum mati tetapi akan mati.

Kaprikornus , makna "mati" di dalam Injil tidak semata-mata berafiliasi dengan kematian fisik belaka.


Bandingkan ketika Yesus memakai makna "mati" yang sama pada ayat ini :


* Matius 8:22
Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka."



Apa yang dikatakan oleh Yesus selaras dengan Zakharia 11:9 dan juga selaras dengan Kejadian 2:17. Bahwa insan berdosa yang bisa mati itu pun disebut mati meskipun secara fisik mereka masih hidup di dunia. Sebab siapapun insan di dunia ini tunduk pada hukum kematian.

Inilah pengertian "mati". Dalam Bahasa Indonesia sendiri pun mencatat makna beragam perihal "mati": hilang nyawa, tidak hidup lagi, padam, buntu, tidak digunakan, tidak bergerak, membisu atau berhenti, tidak ada kegiatan. Kaprikornus , makna "mati" di tidak semata-mata berafiliasi dengan kematian fisik ragawi belaka.



2. Bagaimana sikap kita terhadap kematian?


"Kematian-raga" yaitu salah satu jawaban dosa insan pertama, hal ini menjadi hal kodrati bagi seluruh umat yang lahir dari keturunan mereka, yaitu semua insan di dunia. Sekalipun orang percaya di dalam Kristus memiliki jaminan hidup kebangkitan, kita masih harus mengalami kematian jasmaniah. Tetapi kita - orang percaya -menghadapi kematian dengan sikap yang berbeda dari orang tidak percaya.

Karena kita sudah mengerti cara untuk lolos dari semua aspek kematian ini ialah melalui Yesus Kristus yang telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa. Dengan kematian-Nya Ia mendamaikan kita dengan Allah, sehingga memutarbalikkan pemisahan dan pengasingan rohani yang dihasilkan dosa. Oleh kebangkitan-Nya, Ia mengalahkan dan mematahkan kuasa Iblis, dosa, dan kematian jasmaniah.

Paulus secara gamblang menjelaskan "Kebangkitan Kristus" membawa semua orang-orang yang percaya kepadaNya "dihidupkan bersama-sama" (Yunani, suzoopôieô)


* Efesus 2:5
telah menghidupkan kita bantu-membantu dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia kau diselamatkan -

KJV, Even when we were dead in sins, hath quickened us together with Christ, (by grace ye are saved; )
TR Translit Interlinear, kai {bahkan} ontas {sekalipun} hêmas {kita} nekrous {mati} tois paraptômasin {dalam pelanggaran-pelanggaran} sunezôopoiêsen {telah menghidupkan (kita) bersama} tô christô {dengan Kristus} chariti {karena anugerah} este sesôsmenoi {kamu diselamatkan}

Lihat juga Kolose 2:13


Suzoopôieômenghidupkan bersama-sama, mengisyaratkan suatu perubahan, insan yang seharusnya "mati secara kodrati" jawaban dosa Adam, mereka akan hidup karena konsekwensi kebangkitan Kristus.

Maka, kalaupun kita pasti mati (secara fisik) hal itu menjadi tidak berarti alasannya kematian fisik hanyalah babak gres dalam menuju Kehidupan yang kekal. Untuk itu Rasul Paulus yang memang sangat mengeti apa arti dan jawaban dari kematian Kristus, ia mengajarkan kepada kita apa yang ia fahami, demikian :


* Filipi 1:21
Karena bagiku hidup yaitu Kristus dan mati yaitu keuntungan.



Untuk itulah saya sangat menyukai quote dari Eisenheim diatas "So, what then does it mean to die?". Karena Yesus Kristus telah mempersiapkan kawasan bagi kita :


* Yohanes 14:1-6
14:1 "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.
14:2 Di rumah Bapa-Ku banyak kawasan tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan kawasan bagimu.
14:3 Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan kawasan bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kau ke tempat-Ku, supaya di kawasan di mana Aku berada, kau pun berada.
14:4 Dan ke mana Aku pergi, kau tahu jalan ke situ."
14:5 Kata Tomas kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?"
14:6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.



Haleluyah!



Blessings in Christ,
BP
January 11, 2007

Posts: 18
Joined: Mon Dec 25, 2006 9:20 am
Location: somewhere outhere
by adit » Thu Jan 11, 2007 4:25 pm
he..he..saya malah jadi pengen mati. sdh pengen ketemu Tuhan Yesus! sdh pengen melihat keadilan. sdh pengen melihat kegembiraan dan kemenangan anak2 Allah. sbltnya pikiran spt ini btl atau salah? ada yg bilang, pikiran tsb skeptis alias pikiran org yg sdh putus asa. tp ada jg yg berpendapat bahwa pikiran itulah yg memotivasi kita utk hidup lebih baik. bgm pdpt BP?

Posts: 18
Joined: Mon Dec 25, 2006 9:20 am
Location: somewhere outhere
by adit » Thu Jan 11, 2007 4:26 pm
he..he..saya malah jadi pengen mati. sdh pengen ketemu Tuhan Yesus! sdh pengen melihat keadilan. sdh pengen melihat kegembiraan dan kemenangan anak2 Allah. sbltnya pikiran spt ini btl atau salah? ada yg bilang, pikiran tsb skeptis alias pikiran org yg sdh putus asa. tp ada jg yg berpendapat bahwa pikiran itulah yg memotivasi kita utk hidup lebih baik. bgm pdpt BP?
BP
Merdeka dlm Kristus

Posts: 12103
Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
by BP » Thu Jan 11, 2007 5:49 pm
Saya sih ikut Filipi 1:21 saja

Jika memang Nabi Isa As masih tetap hidup hingga sekarang, lalu mengapa Al-Qur'an menggunakan kata "mematikanmu" dalam ayat-ayatnya?
Pertanyaan
Allah swt berfirman dalam Al-Qur'an: "(Ingatlah), ketika Tuhan berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan "mematikanmu" dan mengangkat kau kepada-Ku serta membersihkan kau dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kau di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat." (QS. Ali-Imran [3]:55) Berdasarkan ayat tersebut, Nabi Isa As dinyatakan telah mati. Apakah dengan dicabutnya nyawa, ada arti lain selain kematian? Apa alasan Anda mengatakan Nabi Isa As tidak mati namun ia diangkat ke sisi Tuhannya?
Jawaban Global
Sebab timbulnya pertanyaan menyerupai ini yaitu kesalahan sebagian pihak dalam menerjamahkan ayat Al-Qur'an. Oleh karena itu, jikalau ayat di atas diterjemahkan dengan benar, tidak akan ada pertanyaan menyerupai ini. Dengan mengkaji Al-Qur'an secara seksama, kita bakal menyadari bahwa kata "tawaffa" dalam Al-Qur'an tidak selalu berarti wafat atau mati, namun juga memiliki arti lainnya.
Oleh karena itu, kita tidak bisa menjadikan salah pengertian itu sebagai dalil telah meninggalnya Nabi Isa As, bahkan banyak sekali riwayat-riwayat yang mengambarkan bahwa ia tidak mati. Arti ayat yang benar adalah: "Dan ingatlah ketika Tuhan swt berkata kepada Nabi Isa As: "Aku akan mengambilmu dan mengangkatmu ke sisi-Ku."."
Jawaban Detil
Sebab munculnya pertanyaan menyerupai ini yaitu kesalahan sebagian penerjemah dalam menerjamahkan ayat Al-Qur'an. Mereka menerjemahkan kata "mutawaffiika" dengan arti "mematikanmu". Meskipun banyak juga yang menerjemahkan ayat di atas dengan terjemahan yang tidak bertentangan dengan tetap hidupnya Nabi Isa As. Misalnya ayat itu diterjemahkan: "Dan ingatlah ketika Tuhan Swt berkata kepada Nabi Isa As: "Aku akan mengambilmu (dari dunia dan dari antara orang-orang yang ada di sekitarmu) dan mengangkatmu ke sisi-Ku."."
Harus difahami bahwa kata "tawaffa" berasal dari kata "wafa" yang memiliki aneka macam arti, yang di antaranya adalah: "mati", "mengambil", "menyempurnakan", dan lain sebagainya.[1] Menepati kesepakatan juga yaitu salah satu arti kata "wafa", karena orang itu menyempurnakan apa yang dijanjikannya. Begitu juga ketika seseorang telah mengambil seluruh uang dari seseorang yang telah berhutang kepadanya, dalam bahasa Arab dikatakan: "tawaffa dainahu" atau "ia telah mengambil uang yang dihutangkannya."
Majma' al-Bahrain, salah satu kitab bahasa, dalam menjelaskan ayat di atas menyebutkan: "Artinya maksud ayat itu adalah: "Aku akan mengamankanmu dari gangguan orang-orang kafir dan mencegahmu disalib oleh mereka, dan mengakhirkan ajalmu yang telah Kutetapkan."[2]
Oleh itu, meskipun memang kata "tawaffa" juga berarti kematian sebagaimana dalam beberapa ayat,[3] namun bukan berarti kata itu selalu berarti demikian. Misalnya Tuhan Swt befirman: "Dan Dialah yang menidurkan kau di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kau kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kau pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kau kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kau kerjakan." (Qs. Al-An'am [6]:60)
Dengan pasti dapat kami katakan bahwa maksud dari "yatawaffakum" di ayat itu bukan berarti "mematikan kalian", namun berarti "menidurkan kalian" di malam hari yang mana hal itu terus berulang tiap hari.
Dengan demikian, ayat di atas tidak bisa disalah artikan dengan kematian Nabi Isa As. Lalu apa sebetulnya yang terjadi pada beliau? Pembahasan ini cukup menarik. Silahkan perhatikan beberapa penjelasan berikut ini:
1. Orang-orang Katolik berkeyakinan bahwa ia disalib dan dibunuh oleh musuh-musuhnya. Namun Al-Qur'an menentang keyakinan itu dengan tegas. Tuhan Swt berfirman: "padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka." (Qs. Al-Nisa' [4]:157)
2. Al-Qur'an meskipun dengan tegas mengingkari kematian Nabi Isa As, namun tak satupun ayat Al-Qur'an menjelaskan bahwa Nabi Isa As tidak "mati" dengan "cara" lain dan hidup hingga dikala ini.
3. Ayat-ayat menyerupai ayat 55 surah Ali-Imran dan juga ayat 117 surah Al-Ma'idah, yang meskipun ayat-ayat itu tidak menunjukkan secara pasti bahwa Nabi Isa As telah wafat, namun secara tersirat juga menjelaskan bahwa bentuk interaksi ia dengan dunia kini jauh berbeda dengan dikala ia benar-benar hidup waktu itu.
4. Banyak sekali riwayat dalam kitab-kitab Sunni dan Syiah yang menjelaskan bahwa Nabi Isa As masih hidup. Kaprikornus meskipun tidak ada ayat Qur'an yang menegaskan secara terperinci bahwa ia hidup, namun banyak sekali riwayat yang menjelaskan hal itu. Misalnya, simak beberapa riwayat di bawah ini:
4.1. Rasulullah Saw berkata kepada orang-orang Yahudi: "Sesungguhya Nabi Isa As tidak mati, tapi ia bakal kembali lagi kepada kalian di hari kiamat nanti."[4]
4.2. Rasulullah Saw bersabda: "...dan Mahdi dari keturunanku. Saat ia datang nanti, Nabi Isa As akan hadir bersamanya dan salat di belakangnya."[5]
5. Jika seandainya pun kita tidak meyakini adanya makna lain selain "kematian" bagi kata "tawaffa" di ayat itu, yang mana jikalau demikian kita meyakini bahwa Nabi Isa As telah mati, namun bukan berarti tidak ada kemungkinan ia kini tidak hidup. Karena bisa jadi setelah ia mati ia dihidupkan kembali hingga hari kiamat nanti. Karena berdasarkan sebagian ayat-ayat Al-Qur'an dapat difahami bahwa ada sebagian orang yang hidup setelah mati selama seratus tahun.[6] Karena itu, boleh jadi kejadian itu terjadi pula pada Nabi Isa As. [iQuest]


[1]. Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, jil. 15, hal. 398, cet. pertama, penerbit Adab, Hauzah, Qum, 1405 H.
[2]. Majma' Al-Bahrain, jil. 1, hal. 444, klasul "wafa", Ketabforushi Morteza, Teheran, 1375, S.
[3]. (Qs. Al-Nisa' [4] : 97); (Qs. Muhammad [47] : 27); (Qs. Yunus [10] : 46); (Qs. Sajdah [32] : 11).
[4]. Ibnu Abi Hatim, Tafsir al-Qur'ân al-'Azhim, jil. 4, hal. 1110, Hadits 6232,  Maktabah Nizar al-Musthaf al- Bariz, Saudi Arabia, 1419 H.
[5]. Syaikh Shaduq, Al-Âmâli, jil. 1, hal. 218, Ketabkhane e Eslami, Teheran, 1362 H.S.
[6]. "Maka Tuhan mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali." (Qs. Al-Baqarah [2]:259)

Apa dalilnya kita dapat menggunakan hiriz?
Pertanyaan
Apa dalilnya kita dapat menggunakan hiriz?
Jawaban Global
Hiriz merupakan bentuk kata tunggal dan jamaknya yaitu ahraz. Hiriz secara leksikal bermakna kawasan berlindung, kawasan kokoh dan kuat, dan segala sesuatu yang menjaga insan dan insan datang ke kawasan itu untuk berlindung.[1]
Hiriz secara teknikal yaitu doa-doa yang dengan membacanya atau menulisnya dan membawanya bersama akan menghilangkan rasa takut, menjauhkan niat jahat, menolak bala, penyakit dan makhluk-makhluk penggangu.[2]
Untuk menetapkan legalitas hal-hal yang berkenaan dengan syariat suci Islam maka kita harus berargumentasi dan bersandar pada ayat-ayat al-Quran atau Sunnah Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As lalu kemudian kebijaksanaan dan konsensus yang berujung pada ayat-ayat al-Quran atau sunnah.
Sebagai legalitas dan dasar hukum menggunakan hiriz, terdapat sunnah berupa amalan praktis yang dicontohkan Rasulullah Saw ketika ia menggunakannya untuk menjaga Imam Hasan As dan Imam Husain As. Di samping itu juga terdapat sunnah berupa ucapan yang disampaikan oleh Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As terkait dengan isyarat penggunaan hiriz.
Sebagai pola kami akan menyebutkan beberapa riwayat sebagai berikut:
  1. Imam Shadiq As meriwayatkan dari Imam Ali As bahwa Rasulullah Saw mendoakan Imam Hasan As dan Imam Husain As dengan kalimat-kalimat berikut ini dan bersabda:
«أُعِیذُکُمَا بِکَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ وَ أَسْمَائِهِ الْحُسْنَى کُلِّهَا عَامَّةً مِنْ شَرِّ السَّامَّةِ وَ الْهَامَّةِ وَ مِنْ  شَرِّ کُلِّ عَیْنٍ لَامَّةٍ وَ مِنْ شَرِّ حاسِدٍ إِذا حَسَدَ».
Kemudian Rasulullah Saw berpaling kepada kami dan bersabda, “Demikianlah Ibrahim As menyerahkan Nabi Ismail As dan Nabi Ishak As dalam lindungan Tuhan Swt. [3]
  1. Imam Ali As bersabda, “Rasulullah Saw berkata kepadaku, “Bilamana engkau menghadapi bala dan petaka maka katakanlah:
«بسم اللَّه الرحمن الرحیم و لا حول و لا قوة الا باللَّه العلى العظیم»
            Karena Tuhan Swt akan menjauhkan segala jenis dan model bala darimu. [4]
  1. Imam Shadiq As bersabda, “Barang siapa yang berkata:
«أَعُوذُ بِکَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ الَّتِی لَا یُجَاوِزُهُنَّ بَرٌّ وَ لَا فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا ذَرَأَ وَ مِنْ شَرِّ مَا بَرَأَ وَ مِنْ شَرِّ کُلِّ دَابَّةٍ هُوَ آخِذٌ بِناصِیَتِها إِنَّ رَبِّی عَلى‏ صِراطٍ مُسْتَقِیمٍ».
maka saya menjamin ia akan aman dari kalajengking dan binatang-binatang yang membahayakan pada malam itu hingga pagi hari.[5] [iQuest]


[1]. Fakhruddin Tharihi, Majma’ al-Bahrain, jil. 4, hal. 15, Kitabpurusyi Murtadhawi, Teheran, 1375 S; Ibnu Manzhur bin Mukarram, Lisân al-‘Arab, jil. 5, hal. 333, Dar Shadir, Beirut, 1414 H.  
[2]. Muhammad Yakub Kulaini, Ushûl al-Kâfi, Tarjameh Mustafawhi, Penerjemah Sayid Jawad Mustafawi, jil. 4, hal. 357, Kitabpurusyi ‘Ilmiyah Islamiyah, Teheran, Cetakan Pertama, 1369 H.  
[3].  Muhammad bin Yakub bin Ishak Kulaini, Ushûl al-Kâfi, Riset oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 2, hal. 569, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H.
[4] . Al-Kâfi, jil. 2, hal. 573.
[5]. Al-Kâfi, jil. 2, hal. 570 dan 571.




[1][1] M. Quraiys Shihab, wawasan al-Quran, Hal:73
lainnya 6844965838743519433

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts